Proyek Jalan Tol di Aceh, Ada Makam Raja dan Ulama yang Terlindas
Font: Ukuran: - +
[Dok. Khalis/Antara]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Proyek pembangunan Jalan Tol Sigli-Banda Aceh (Sibanceh) mengungkap sebuah lokasi yang diduga situs makam peninggalan Kesultanan Aceh Darussalam di Kabupaten Aceh Besar. Proyek jalan tol memotong sebagian situs itu.
Ketua Komunitas Peubeudoh Sejarah, Adat dan Budaya (Peusaba) Aceh, Mawardi Usman, mengatakan situs ditemukan ketika anggotanya berkeliling melihat situs cagar budaya di Banda Aceh dan Aceh Besar. Si anggota termasuk menelusuri informasi yang diterimanya bahwa di pinggir Jalan Kajhu-Banda Aceh, tepatnya di kawasan pembangunan gerbang Tol Sibanceh Seksi 6 Kuta Baro-Baitussalam, ditemukan batu nisan kuno.
“Setelah kami lihat memang benar ada beberapa makam orang penting era Kesultanan Aceh Darussalam yang mau digeser untuk perluasan gerbang tol,” katanya, Rabu (10/2/2021).
Mawardi menambahkan, kondisi makam di kawasan itu tidak lagi utuh. Nisan dengan ukiran khas era Kesultanan Aceh itu ada yang berukuran besar dan kecil namun kebanyakan batu sudah tertimbun tanah. Ada juga yang masih tegak berdiri dan sebagian wujudnya terlihat dengan jelas. Peusaba menghitung ada 20-an batu nisan kuno di lokasi itu.
Menurut Mawardi, batu nisan tersebut diproduksi pada era ulama Aceh Syekh Abdur Rauf as Singkili. “Dari bentuk batu nisan itu menunjukkan bahwa banyak di sini ulama sufi, yang sudah terdeteksi di sepanjang (lokasi proyek tol) yang sudah dikeruk,” katanya.
Ia menambahkan sejak dulu kawasan Kajhu memang terkenal sebagai tempat kediaman para keluarga raja. Dia menyebut di antaranya Tuanku Hasyim Banta Muda (1848-1897), Wali Sultan Muhammad Dawod Syah dan Panglima Perang Aceh yang melawan Van Swieten. “Kawasan ini juga dikenal sebagai tempat berdiam Wazir Sultan Panglima Paduka Sinara yang juga Ulebalang Pulau Weh,” katanya.
Selanjutnya, terdapat juga beberapa Ulebalang lain yang terkenal seperti Teuku Paya Ulebalang Mukim Paya dan Lambada, yang merupakan anggota dewan delapan yaitu delapan pembesar Aceh yang melakukan lobi melawan Belanda di Penang. Mawardi dan Peusaba mengungkap harapannya situs makam bisa dipertahankan.
“Kami tidak menolak pembangunan jalan tol di Aceh, tapi bagaimana menyiasatinya. Contohnya mungkin digeser pintu tol sehingga tidak mengenai makam,” katanya.
Kepala Bidang Pengadaan Tanah Kantor Wilayah Badan Pertanahan (BPN) Provinsi Aceh, Joko Suprapto, mengatakan harus memastikan mengenai status makam yang dimaksud. Koordinasi dijanjikan dijalinnya dengan dinas terkait pelestarian cagar budaya.
"Tentunya kalau nanti hasil kajiannya makam raja-raja dan ulma abesar, nanti kita duduk bersama bagaiman solusi terbaik, karena kami juga tidak serta merta memindahkan,” katanya.
Menurut Joko, saat pembebasan lahan untuk proyek jalan tol itu, satuan tugas dari BPN tidak mendeteksi keberadaan makam dan nisan kuno itu karena lokasi awal tertutup dengan semak-semak. (Tempo/Antara)