Prolegnas 2020 Harus Dimanfaatkan Untuk Kewenangan Aceh Yang Lebih Luas
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Selain menjabarkan capaian Pemerintah Aceh tahun 2019, pengamat kebijakan publik Aceh Raihal Fajri juga menyinggung agenda Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2020 yang mengikutsertakan sejumlah RUU tentang Aceh didalamnya, salah satunya perubahan UUPA.
Terkait hal tersebut, kata Raihal, elit politik di Aceh tidak bisa memanfaatkan momentum agenda Prolegnas tersebut untuk mendiskusikan kewenangan Aceh yang lebih luas.
"Kita coba mendiskusikannya kemarin, seperti apa tanggapan para pihak. Namun, lagi-lagi yang muncul dipermukaan tentang bagaimana memperpanjang dana otsus yang akan berakhir 2027. Tapi tidak ada yang mendiskusikan tentang kewenangan Aceh yang lebih luas," ujar Raihal kepada Dialeksis.com, Rabu (1/1/2020).
Lebih lanjut dia menjelaskan, banyak agenda dan program yang hendak dilakukan namun berbenturan dengan kebijakan.
"Padahal kita tertahan dibanyak tempat. Ada banyak sekali agenda yang berbenturan kebijakan. Misalnya, soal pendidikan, tentang kawasan, banyak hal lah. Seolah-olah UUPA ini tidak punya ruh. Semuanya menggantung pada pasal lain," tutur dia.
Sebagai contoh, kata Raihal, tentang UU pemilu dimana Aceh juga memiliki aturan serupa pada UUPA serta turunannya di Qanun.
"Kebijakan-kebijakan yang tumpang tindih ini tidak akan terjadi jika seandainya DPR kita dengan anggota DPR RI perwakilan Aceh 'aware' (peduli) dan paham dengan kebijakan nasional yang mencakup Aceh yang sedang dirumuskan sekarang. Jadi, tidak ada perhatian khusus dari perwakilan Aceh, walaupun di UUPA disebutkan bahwa akan ada konsultasi DPR RI dengan Pemerintah Aceh melalui DPR Aceh terhadap perubahan-perubahan itu ditingkat nasional yang menyangkut Aceh didalamnya," jelasnya panjang lebar.
Kepada anggota DPRA yang baru dilantik, sambung dia, Raihal menyarankan untuk lebih menaruh perhatian terhadap persoalan-persoalan seperti ini.
"Sering-sering lah menjenguk hal-hal seperti ini. Jangan terkejut badan. Seperti kemarin saat pemilu, kasus munculnya lembaga pengawas pemilu, Panwaslih dan Bawaslu. UUPA menyebutkan kita itu Panwaslih, sementara UU Pemilu yang sudah ketok palu dikatakan Bawaslu. Tiba-tiba semua orang syiar ke Jakarta. Ini kan prosesnya sudah berlalu. Jadi ini, seharusnya ini harus jadi perhatian ketika prolegnas sedang dibahas," terang dia.
Raihal menambahkan, diketahui publik saat ini sedang ada program reses dari anggota DPD dan DPR RI perwakilan Aceh sampai tanggal 10 Januari nanti. Dia berharap program reses tersebut bukan hanya ajang 'pulang kampung', namun harus ada sesuatu yang harus disampaikan kepada masyarakat Aceh tentang program-program yang akan dilaksanakan.
"Ini ada agenda apa yang dibawa ke Aceh ketika mereka pulang kampung. Jadi seharusnya mereka bukan hanya pulang, tapi apa yang dibicarakan di Jakarta, juga harus dibicarakan di Aceh. Harus ada forum-forum yang harus mereka kelola agar bisa memperoleh masukan dari komponen masyarakat. Tapi ini kan tidak terjadi. Jadi selalu seperti itu dan pada akhirnya saling menyalahkan. Ini Jakarta gak jujur, dan sebagainya. Akhirnya nanti saat 2022 atau musim kontentasi politik tiba, muncul lagi hal-hal seperti itu," tandas Raihal. (id)