Jum`at, 05 September 2025
Beranda / Berita / Aceh / Praktisi Kesehatan: Krisis Kepercayaan Jadi Alasan Warga Aceh Berobat ke Penang

Praktisi Kesehatan: Krisis Kepercayaan Jadi Alasan Warga Aceh Berobat ke Penang

Kamis, 04 September 2025 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Pemerhati dan praktisi kesehatan Aceh, Indah Pinta Sari. Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Fenomena masyarakat Aceh yang memilih berobat ke Penang, Malaysia, semakin marak dalam beberapa tahun terakhir. 

Bukan hanya kalangan menengah ke atas, tetapi juga warga biasa yang rela menjual aset, bahkan sawah, demi mendapatkan layanan kesehatan di negeri jiran tersebut.

Pemerhati dan praktisi kesehatan Aceh, Indah Pinta Sari, menilai fenomena ini bukan semata karena gengsi atau budaya, melainkan ada persoalan mendasar dalam sistem layanan kesehatan di Aceh.

“Kalau kita lihat, ada beberapa faktor utama. Pertama, ketersediaan alat penunjang kesehatan dan tenaga dokter di Aceh masih belum merata sampai ke 23 kabupaten/kota. Hal ini membuat masyarakat sulit mendapat layanan yang optimal. Karena itu, berobat ke Penang dianggap sebagai opsi terbaik,” ungkap Indah kepada media dialeksis.com, Kamis (4/9/2025).

Menurutnya, masyarakat menilai Penang lebih unggul bukan hanya dari sisi kelengkapan layanan medis, tetapi juga dari aspek kepraktisan. 

“Di sana mereka tidak harus antri panjang, dan biaya tiket pesawat ke Penang juga jauh lebih murah dibandingkan harus ke Jakarta,” ujarnya.

Indah juga melihat aspek edukasi kesehatan di Aceh yang dinilai belum menyentuh akar rumput. Program-program preventif, seperti pencegahan stunting, masih berjalan setengah hati.

“Coba bayangkan, edukasi tentang stunting saja belum selesai di masyarakat, padahal itu program nasional. Begitu pula petugas kesehatan yang seharusnya tinggal di desa penempatan kerja, ternyata sering tidak berada di tempat. Akibatnya masyarakat bingung, mau kemana mencari informasi yang benar dan cepat soal keluhan kesehatan mereka,” jelasnya.

Hal lain yang membuat masyarakat Aceh memilih Penang adalah persepsi terhadap rumah sakit terbesar di Aceh yang berstatus rumah sakit pendidikan.

“Masyarakat kita sudah paham bahwa di rumah sakit pendidikan banyak peserta didik. Ini menimbulkan kesan kalau pelayanan kadang tidak secepat dan seprofesional rumah sakit murni. Sementara Penang justru menawarkan program wisata medis dengan biaya terjangkau, tanpa antrian panjang, bahkan bisa sekalian jalan-jalan,” kata Indah.

Selain faktor teknis, Indah menyinggung budaya masyarakat Aceh yang ingin dilayani layaknya raja. “Geutanyoe bangsa Aceh nyoe mandum raja. Jadi sidroe raja butuh layanan ekstra. Sementara di sistem BPJS kan berlaku subsidi silang, perlakuannya harus sama untuk semua peserta. Nah, kalau di Penang, jasa yang ditawarkan full service, mulai dari keberangkatan dari Aceh, dijemput hangat di bandara, ditemani selama pemeriksaan, jadwal cepat tanpa antri panjang. Ini sesuai dengan budaya kita: tanyoe ureng Aceh, nyoe ka meukeunong asoe ta plah ta bie ke saudara. Artinya, kalau sudah demi kesehatan, jual sawah pun rela, asalkan dapat pelayanan yang memuaskan,” bebernya.

Indah menambahkan, saat ini rumah sakit-rumah sakit di Penang semakin gencar mengemas layanan wisata medis dengan biaya yang relatif terjangkau, bahkan menawarkan paket medical check-up (MCU) plus layanan ekstra.

Lebih jauh, ia menyoroti menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap layanan kesehatan di Aceh. Banyak pasien yang, setelah mendapat diagnosa dari dokter lokal, memilih terbang ke Penang untuk mencari second opinion.

“Ini menunjukkan adanya krisis kepercayaan. Masyarakat kita lebih percaya kalau diagnosa dan tindakan medis datang dari dokter di Penang. Ini masalah serius yang harus dijawab dengan pembenahan menyeluruh di Aceh, baik dari sisi SDM, fasilitas, hingga pola komunikasi dengan pasien,” pungkas Indah.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

perkim, bpka, Sekwan
riset-JSI
pelantikan padam
sekwan - polda
damai -esdm
bpka