Beranda / Berita / Aceh / Praktisi Hukum: Diduga Pokja Pembangunan Gedung Arsip Kota Sabang, Melakukan Perbuatan Melawan Hukum

Praktisi Hukum: Diduga Pokja Pembangunan Gedung Arsip Kota Sabang, Melakukan Perbuatan Melawan Hukum

Senin, 15 Mei 2023 19:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Advokat Muda Hermanto


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Banyaknya permasalahan yang muncul pada kegiatan pengadaan barang dan jasa baik di Provinsi Aceh maupun kabupaten/kota, sehingga menggelitik sosok praktisi hukum di Aceh, seorang advokat muda yang bernama Hermanto, S.H., turut ikut memberi kritikan terhadap permasalahan tersebut.

Menurut Hermanto, bahwa kecurangan dalam proses pengadaan barang dan jasa bisa terjadi minimal 3 faktor ini:

1. Peluang, kecurangan bisa terjadi karena adanya peluang, seperti: kurangnya pengawasan, masalah audit keuangan, tidak adanya pemisahan tanggung jawab, atau peraturan yang kurang kuat.

2. Rasionalisasi, seseorang cenderung bertindak untuk kepentingan pribadi.

3. Tekanan, faktor kecurangan ini terjadi karena pelaku mendapat tekanan dari atasan atau orang lain yang memiliki kuasa, sehingga dia terpaksa berbuat curang ungkapnya.

Pengadaan barang atau jasa Pemerintah merupakan kewenangan ruang ranah hukum perdata, proses pengadaan barang atau jasa Pemerintah juga termasuk ranah hukum tata usaha Negara dan hukum pidana, karena penyelenggaraan pengadaan barang atau jasa pemerintah memiliki banyak kemungkinan terjadinya pelanggaran peraturan perundang-undangan hingga tindak pidana korupsi ujarnya.

Lebih lanjut Hermanto mengatakan, bentuk pertanggungjawaban dapat diberikan sanksi berupa tuntutan ganti rugi, sanksi administrasi, dan sanksi pidana. 

“Sebagai contoh dari permasalahan dalam proses tender yang saya ikuti dari medsos, karena selama ini terus diperbincangkan oleh masyarakat, yaitu Tender Pembangunan Gedung Sederhana 1 atau 2 Lantai, (Pembangunan Gedung Fasilitas Layanan Perpustakaan Umum Kabupaten/Kota) pada Dinas Perpustakaan Dan Kearsipan Pemerintah Kota Sabang yang dimenangkan oleh perusahaan no urut 26 yaitu CV. CENTRALINDO CONSTRUCTION, sementara pemenang (penawaran terendah) dengan nomor urut 1 yaitu CV. ARKA GEMILANG PERSADA digugurkan oleh pokja pemilihan dengan alasan 

Bukti kepemilikan peralatan utama yang disampaikan pada daftar peralatan utama untuk peralatan dengan status sewa tidak memenuhi sebagaimana dipersyaratkan pada dokumen pemilihan”.

“Sampai disini, kita coba lihat dulu aturan tentang tender yaitu Tata Cara pengadaan diatur dalam

Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 atas perubahan Nomor 16 Tahun 2018

tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah serta Dokumen Pemilihan yang merupakan aturan mainnya, maka kalau kita coba teliti terhadap alasan pengguguran yang telah dilakukan oleh pokja pemilihan terhadap CV. ARKA Gemilang, urutan nomer 1 penawaran terendah tersebut sangat tidak substansial, kita tidak bisa menebak peralatan yang mana yang tidak memenuhi persyaratan pada dokumen pemilihan, karena tidak dijelaskan dengan rinci, seharusnya, Pokja pemilihan dalam mengevaluasi penyedia harus berpedoman kepada peraturan perundangan dan kalau menggugurkan peserta juga dengan alasan hukum yang jelas,” ungkap Hermanto. 

Hermanto juga mengatakan, bahwa secara tegas, Dokumen Pemilihan menganut sistem harga terendah, ini malah menetapkan pemenang dengan no urut 26, dimana logika hukumnya ?

“Dalam hal ini, jelas bahwa penyedia dengan no urut 1 yaitu CV. ARKA GEMILANG PERSADA telah dirugikan, dari sini awal perbuatan melawan hukum yang diduga telah dilakukan oleh Pokja pemilihan Kota Sabang terkait tender gedung Arsip,” terang advokat muda Aceh tersebut. 

Hermanto juga menjelaskan bahwa Perbuatan Melawan Hukum (PMH), berdasarkan pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang berbunyi, Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.

Dari bunyi pasal tersebut, maka dapat ditarik unsur perbuatan melawan hukum terhadap apa yang telah dilakukan oleh Pokja tender gedung Arsip Kota Sabang sebagai berikut:

1. Adanya perbuatan melawan hukum;

Perbuatan yang melawan hukum berarti adanya perbuatan atau tindakan dari pelaku yang melanggar/ melawan hukum.

2. Adanya kesalahan;

Kesalahan ini ada 2 (dua), bisa karena kesengajaan atau karena kealpaan, kesengajaan maksudnya ada kesadaran yang oleh orang normal pasti paham konsekuensi dari perbuatan itu akan merugikan orang lain, sedangkan kealpaan berarti adanya perbuatan yang mengabaikan sesuatu yang mestinya dilakukan, atau tidak berhati-hati atau teliti sehingga menimbulkan kerugian bagi orang lain, namun demikian ada suatu keadaan tertentu dapat meniadakan unsur kesalahan, misalnya dalam hal keadaan memaksa (overmacht) atau si pelaku tidak sehat pikirannya.

3. Adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan perbuatan; 

Maksudnya, ada hubungan sebab akibat antara perbuatan yang dilakukan dengan akibat yang akan muncul karena kejadian tersebut, kerugian tidak akan terjadi jika pelaku tidak melakukan perbuatan melawan hukum tersebut.

4. Adanya kerugian;

Akibat perbuatan pelaku menimbulkan kerugian. Kerugian disini dibagi menjadi 2 (dua) yaitu Materiil (kerugian karena tabrakan mobil, hilangnya keuntungan, ongkos barang, biaya-biaya dan lain-lain) dan Immateril (ketakutan, kekecewaan, penyesalan, kehilangan semangat hidup yang pada prakteknya akan dinilai dalam bentuk uang) ucap Hermanto selaku salah satu praktisi hukum di Aceh.

Hermanto menjelaskan bahwa, penyimpangan prosedur dalam proses pemilihan/Tender yang dilakukan oleh Pokja, PPK dan PA yaitu proses evaluasi tidak berdasarkan ketentuan dan prosedur yang sudah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah, perbuatan yang merugikan peserta tender salah satunya, melakukan Evaluasi dan Menetapkan persyaratan yang menyimpang atau tidak berdasarkan aturan yang telah ditetapkan, dan perbuatan tersebut menimbulkan kerugian peserta, maka dikatagorikan perbuatan melawan hukum dengan sanksi hukum menganti kerugian materil ataupun immateril kepada peserta, selain sanksi ganti rugi juga dapat dikenakan sanksi dispilin, baik itu disiplin ringan, sedang, atau berat, sesuai amanat Perpres 12 Tahun 2021, pasal 8 Tentang Pengadaan Barang jasa Pemerintah ungkap Hermanto. 

Hermanto juga mengingatkan bahwa prinsip dalam pengadaan barang/jasa adalah efisien, efektif, terbuka dan kompetitif, transparan, adil dan tidak diskriminatif, serta akuntabel, oleh karena itu, asas-asas dasar tersebut harusnya menjadi landasan hukum bagi para pihak (penyedia dan pengguna).

Keyword:


Editor :
Zulkarnaini

riset-JSI
Komentar Anda