DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Undangan yang diberikan kepada raksasa energi seperti Shell Indonesia, BP-AKR, dan Vivo Energy Indonesia untuk merambah pasar di Aceh menuai tanggapan tajam dari praktisi ekonomi, Irfan Sofni.
Menurut Irfan, kehadiran perusahaan-perusahaan tersebut harus didasari oleh analisis mendalam terkait potensi pasar, khususnya daya beli masyarakat dan hasil assessment dari para marketer di daerah.
"Perusahaan besar tak akan menginvestasikan dana dan sumber daya mereka ke pasar yang belum menunjukkan daya beli yang memadai. Hasil assessment marketer di Aceh saat ini kurang meyakinkan untuk mendukung keberlangsungan penjualan produk-produk minyak," ujar Irfan kepada Dialeksis, Senin (10/3/2025).
Irfan menekankan bahwa sebelum menerima undangan dari Pemerintah Aceh, para pengusaha tentu akan melakukan kajian mendalam untuk memastikan bahwa Aceh benar-benar layak menjadi tujuan investasi mereka. Oleh karena itu, tugas utama pemerintah daerah adalah menciptakan daya tarik yang membuat para investor tertarik datang dan berinvestasi di Aceh. Hal ini dapat dicapai dengan memberikan pelayanan yang lebih unggul dibandingkan daerah lain di Sumatera, yang merupakan pesaing terdekat dalam menarik minat pengusaha dari luar.
Dalam pandangannya, meskipun Aceh memiliki potensi sumber daya alam yang besar, realita ekonomi masyarakatnya masih jauh dari standar yang dapat menarik minat investasi besar. Ia menambahkan bahwa disparitas ekonomi dan infrastruktur pendukung yang belum optimal menjadi dua hambatan utama yang harus diatasi terlebih dahulu.
Lebih lanjut, Irfan menegaskan bahwa undangan yang hanya semata-mata untuk mengajak investor agar bisa beraktivitas di Aceh tentu tak akan berbunyi dan tak mungkin di tanggapi jika infrastruktur keseluruhan dan keamanan di Aceh tidak dijamin oleh pemerintah daerah.
Menurutnya, sebelum para investor bersedia merealisasikan bisnis profosalnya di jalankan di Aceh, jaminan tersebut harus benar-benar ada sebagai landasan utama dalam pengambilan keputusan investasi.
Irfan juga menyoroti bahwa sebelum mengundang perusahaan besar, perlu dilakukan studi pasar yang komprehensif.
"Data konsumen di Aceh menunjukkan adanya perbedaan signifikan dalam daya beli dibandingkan dengan wilayah lain. Hal ini tentu berimplikasi pada strategi pemasaran yang harus benar-benar disesuaikan dengan kondisi lokal," ujarnya.
Ia menekankan pentingnya pendekatan yang berbasis riset dan strategi yang realistis, antara lain:
Analisis Daya Beli: Menilai pendapatan per kapita dan kebiasaan konsumsi masyarakat Aceh secara mendetail.
Infrastruktur Distribusi: Mengidentifikasi kesiapan logistik dan fasilitas pendukung yang mampu menjamin distribusi produk secara efisien.
Strategi Pemasaran Lokal: Menyesuaikan pendekatan pemasaran agar lebih relevan dengan karakteristik dan kebutuhan masyarakat Aceh.
Menurut Irfan, peran pemerintah sangat krusial dalam menciptakan ekosistem bisnis yang kondusif.
"Pemerintah harus proaktif menyediakan dukungan, baik dari sisi infrastruktur maupun kebijakan fiskal yang dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Dengan begitu, kehadiran perusahaan besar di Aceh tidak hanya menguntungkan mereka, tetapi juga membawa manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat," jelasnya.
Irfan juga mengingatkan bahwa keputusan untuk mengundang perusahaan energi harus didasarkan pada analisis pasar yang objektif.
"Undangan semata tanpa landasan ekonomi yang kuat dan tanpa adanya jaminan infrastruktur serta keamanan akan berisiko menimbulkan kerugian investasi yang signifikan. Kita harus memastikan bahwa setiap langkah strategis dilakukan dengan pertimbangan matang demi kemajuan ekonomi daerah," pungkasnya.