kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Polemik Pernyataan Dirjen Otda Kemendagri, Ini Kata Pengamat

Polemik Pernyataan Dirjen Otda Kemendagri, Ini Kata Pengamat

Kamis, 20 Mei 2021 19:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : ASYRAF


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Akmal Malik menyebut pengangkatan Sekda menjadi PJ Bupati atau Wali Kota akan dilakukan jika Pilkada digelar 2024, atau daerah tersebut kepala daerahnya merupakan hasil Pilkada 2017 dan 2018 yang masa jabatan mereka habis pada tahun 2022 dan 2023.

Menanggapi polemik itu, Pengamat Politik dan Keamanan Aceh, Aryos Nivada menilai pernyataan Dirjen Otda Akmal kurang  mempertimbangkan aspek stabilitas daerah.

“Harusnya jangan terburu-buru dulu mengeluarkan statemen ini sebab  nantinya butuh pertimbangan yang matang walaupun secara peluang sekda terbuka untuk menjadi PJ dalam regulasi. Apalagi waktunya masih panjang seharusnya pejabat publik menghindari kesan cari panggung” jelas Aryos dalam siaran persnya, Kamis (20/5/2021).

Memang secara regulasi, ditunjuknya Sekda sebagai penjabat sementara sesuai dengan Pasal 204 UU 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Pasal tersebut mengatur apabila terjadi kekosongan jabatan, penjabat gubernur diangkat dari PNS berpangkat Pejabat Tinggi Madya. Sementara untuk bupati/walikota diangkat dari PNS berpangkat Pejabat Tinggi Pratama.

Disisi lain, Kebijakan pengangkatan sekda menjadi PJ Kepala daerah  harus dilihat dari sisi positif dan negatifnya. Menurut Aryos akan ada efek negatif yang berpotensi memicu gejolak di tingkat daerah. Terutama dari aspek netralitas. Dimana terbuka peluang sekda akomodatif terhadap petahana yang sebelumnya menjadi atasannya. Dikhawatirkan Pilkada dapat terancam kehilangan spirit dalam menjalankan pemilu yang jujur adil (jurdil).

“ Ketika Sekda itu diangkat oleh petahana. Dirinya cenderung akan akomodatif terhadap atasan yang mengangkat. Tidak tertutup peluang berkonspirasi untuk menaikan petahana yang sebelumnya menjadi atasannya, apabila petahana tersebut dapat naik sekali lagi. Bahkan tidak menutup peluang sekda akan menggunakan sumberdaya negara untuk memenangkan kandidat yang dibackup oleh petahana karena dirinya diangkat oleh petahana tersebut.Sehingga Pilkada bisa hilang semangat menjalankan Jurdil  ” tegas Dosen FISIP Universitas Syiah Kuala ini. 

Selain itu , penunjukan penjabat gubernur atau penjabat bupati/walikota dalam rentang waktu yang panjang menurut aryos juga  cenderung tidak kongruen dengan konsep otonomi daerah. Daerah yang tidak menggelar Pilkada di 2022 dan 2023 akan terjadi kekosongan sekitar satu sampai dua tahun.

“penunjukan PJ yang panjang hingga dua tahun berpotensi akan memunculkan sikap oligarki dan hegemoni dari aktor politik yang memang menguasai daerah”pungkas aryos.. (ASY)

Keyword:


Editor :
Teuku Pondek

riset-JSI
Komentar Anda