Polemik Perbatasan, Wali Nanggroe: Aceh akan Bentuk Tim Bersama
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh “ Terkait polemik perbatasan wilayah Aceh dan Provinsi Sumatera Utara, Aceh akan membentuk tim bersama untuk menelusuri tapal batas sesuai dengan hasil perundingan MoU Helsinki antara GAM dan Pemerintah Republik Indonesia (RI).
Kepastian pembentukan tim tersebut disepakati setelah dilakukannya pertemuan khusus antara Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud Al Haytar dengan Plt Gubenur Aceh Nova Iriansyah, Jumat sore 10 Juli 2020 di Meuligoe Wali Nanggroe Aceh.
“Dimana perbatasannya, petanya itu kan belum jelas. Plt (Gubernur Nova Iriansyah) juga mengakui bahwa ini belum jelas. Oleh karena itu kita sudah sepakat membentuk tim bersama untuk menelusuri peta yang dimana yang dimaksud oleh Pemerintah Indonesia,” kata Wali Nanggroe menjelaskan hasil pertemuan tersebut.
Sebagaimana diketahui, MoU Helsinki Poin 1.1.4 disebutkan bahwa perbatasan Aceh merujuk pada perbatasan 1 Juli 1956. Wali Nanggroe menerangkan, rujukan pada perbatasan 1956 tersebut merupakan usulan dari Pemerintah RI kepada GAM. “Tetapi sampai sekarang kita tidak tahu petanya bagaimana.”
Sebagai orang yang terlibat langsung dalam proses perundingan, Wali Nanggroe mengaku sudah beberapa kali meminta peta perbatasan 1 Juli 1956 kepada Pemerintah RI, namun sampai sekarang dokumen itu tidak diserahkan.
“Saya sendiri sudah bayak sekali tanyakan diantaranya kepada (Mantan Wapres) Jusuf Kalla, dan Hamid Awaluddin. Tahun 2016 saya sudah pernah ke Badan Informasi Geospasial (BIG) di Bogor. Mungkin mereka ada (petanya), tetapi masalanya mereka hanya bisa kasihkan asalkan diminta oleh Presiden,” kata Wali Nanggroe menjelaskan.
Setelah terbentuk, tim tersebut direncanakan akan menghadap langsung ke presiden. Tim ini akan menelusuri dan memeriksa keberadaan peta perbatasan Aceh. “Apakah di pemerintah Indonesia atau di Belanda, atau dimana ini akan kita periksa.”
Tim bersama tersebut nantinya akan melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan, diantaranya dari GAM sebagai pihak yang terlibat perundingan MoU Helsinki, Pemerintah Aceh, DPRA, DPRK dan Pemerintah Kabupaten/kota di perbatasan, ulama, tokoh masyarakat, dan ahli sejarah. “Nanti akan kita kaji lagi siapa-siapa saja yang terlibat,” kata Wali Nanggroe.
Sebelumnya, setelah Direktorat Toponimi dan Batas Daerah Kemendagri mengesahkan sembilan Permendagri terkait batar antar kabupaten/kota Aceh dengan Provinsi Sumut, pada 24 Juni 2020 Komisi I DPRA menghadap Wali Nanggroe untuk membahas isu-isu terkini perkembangan realisasi MoU Helsinki, salahsatunya soal tapal batas.
Kepada Komisi I yang diketuai Tgk. Muhammad Yunus M. Yusuf, Wali Nanggroe memberikan arahan agar DPRA khususnya Komisi I mempelajari tentang batas Aceh. “Telusuri dokumennya, biar kita pelajari.”(ZU)