DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Rayon Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Laksamana Malahayati Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Muhammad Afif Irvandi El Tahiry mengatakan masalah kekeringan yang melanda Aceh Besar tidak bisa ditangani dengan cara biasa.
Menurutnya, krisis air harus dijawab dengan langkah cepat, cerdas, kreatif, dan kolaboratif yang melibatkan semua pihak.
“Air adalah amanah Allah, sawah adalah warisan leluhur. Menyelamatkan keduanya berarti menjaga masa depan rakyat Aceh Besar. Pemerintah tidak boleh berjalan sendiri, mahasiswa dan masyarakat pun harus turun tangan,” ujar Afif saat dimintai keterangan oleh media dialeksis.com, Rabu, 20 Desember 2025.
PMII menilai langkah cepat harus segera diambil untuk mencegah kerugian besar bagi petani. Beberapa solusi darurat yang didorong antara lain yaitu menyalurkan pompa air portabel serta BBM subsidi untuk membantu penyedotan air ke sawah.
Selain itu, mengirim tim teknis perbaikan irigasi agar saluran air yang tersumbat bisa kembali lancar. Memberikan dana tanggap darurat, baik dalam bentuk benih, pupuk, maupun bantuan langsung kepada petani yang terancam gagal panen.
“Jika tidak segera dilakukan, bukan hanya pangan yang terancam, tetapi juga stabilitas ekonomi masyarakat desa akan terguncang,” tegas Afif.
Selain solusi darurat, PMII juga mendorong adanya langkah menengah untuk mengurangi ketergantungan petani pada air irigasi yang rawan tersendat. Beberapa gagasan yang ditawarkan adalah pembangunan embung mini dan sumur bor kolektif di tingkat kecamatan dan gampong.
Mewujudkan Desa Mandiri Air dengan memanfaatkan tandon hujan atau pompa tenaga surya. Penerapan sistem irigasi bergilir (water sharing system) agar air yang terbatas dapat digunakan secara adil oleh seluruh petani.
PMII juga menekankan pentingnya rencana besar untuk menjawab persoalan kekeringan secara berkelanjutan. Beberapa poin yang ditekankan yaitu dengan penyusunan Masterplan Tata Air Aceh Besar berbasis data geografis. Rehabilitasi hutan dan daerah resapan (DAS) untuk menjaga cadangan air.
Selain itu, mendorong pertanian hemat air dengan metode System of Rice Intensification (SRI) atau irigasi tetes dan mengembangkan sawah edukasi dan wisata agar pertanian juga bisa menjadi sumber ekonomi tambahan bagi masyarakat.
Tak hanya teknis, PMII juga mengajukan solusi kreatif yang dekat dengan masyarakat. Di antaranya adalah Bank Air Gampong, berupa kolam atau tandon komunal untuk menampung air hujan. Gerakan Adopsi Saluran Air, di mana kelompok mahasiswa atau pemuda menjaga satu saluran irigasi agar tetap bersih.
Sensor kekeringan murah hasil inovasi mahasiswa untuk memantau kelembapan tanah dan kampanye literasi air lewat seni, seperti mural, teater rakyat, dan musik sebagai media edukasi.
“Masalah ini bukan sekadar urusan petani, melainkan urusan kita bersama. Pemerintah hadir dengan kebijakan, mahasiswa dengan inovasi, masyarakat dengan gotong royong, dan ulama dengan doa. Krisis air adalah panggilan untuk bersatu, bukan untuk saling menyalahkan," pungkasnya.