kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Pj Gubernur Harapan Rakyat Aceh

Pj Gubernur Harapan Rakyat Aceh

Jum`at, 08 Juli 2022 11:30 WIB

Font: Ukuran: - +


[Foto: Istimewa]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Tepat pada Tanggal 04 Juli 2022 Pukul 23.59 WIB adalah batas waktu terakhir Gubernur Nova Iriansyah menjabat sebagai Gubernur Aceh. Mulai Pukul 00.01 WIB Tanggal 05 Juli 2022 jabatan sudah harus beralih pada Pejabat Gubernur yang ditunjuk Presiden

“Kalau Aceh ini diibaratkan pesawat maka Nova Iriansyah adalah co-pilot yang mengambil tugas pilot di dalam pesawat yang sedang terbang setelah pilot mengalami sinkop sehingga harus dibawa keluar kokpit oleh awak pesawat. Co-pilot dengan jam terbang minim tak ayal membuat pesawat sering bergetar bahkan mengalami turbulensi,” ujar Nazrul Zaman, Pengamat Kebijakan Publik.

Dirinya mengatakan, Cita-cita Aceh HEBAT di awal Irwandi-Nova hanya mampu diganti dengan berteriak BEREH yang tidak jelas semangatnya. Aceh yang dipiloti Nova Iriansyah lebih kurang 4 tahun sering mengalami getaran bahkan guncangan yang tidak hanya membuat pilot pengganti ini panik tapi juga seluruh awak dan penumpang ikut panik. 

“Pada dasarnya pesawat Aceh sudah dibekali dengan peta jalan dan rencana, tahapan dan tujuan mendarat sudah sangat jelas pada dokumen Qanun RPJM Aceh Hebat 2017-2022,” sebutnya.

Namun sangat disayangkan, jam terbang minim ditambah kru pesawat yang ceroboh membuat Nova Iriansyah gamang, gagap dan gugup dalam memimpin Aceh. RPJM Aceh hanya pajangan dan hiasan dokumen belaka. Rumah dhuafa yang ditarget 6.000 unit/tahun sehingga akan tercapai 30.000 unit dalam 5 tahun hanya mampu dibangun sejumlah 6.000an unit selama 5 tahun.

Pada masa awal, selama 5 tahun diharapkan dapat mengurangi kemiskinan 1% per tahun (RPJM Aceh 2017-2022) sehingga menjadi 10% pada akhir 2022 namun yang terjadi jumlah penduduk miskin di Aceh tetap pada angka 15,5% bahkan cenderung meningkat seperti pada Maret 2021 bertambah 19,23 ribu jiwa menjadi 834,24 ribu jiwa dibanding Maret 2020 dan pada Maret 2022 dan selama periode Maret 2021 hingga September 2021, persentase penduduk miskin di Aceh mengalami kenaikan Kembali dari 15,33 persen menjadi 15,53 persen atau bertambah sejumlah 16.000 jiwa atau Aceh tetap masuk 5 besar termiskin di Indonesia. Tingkat pengangguran terbuka Aceh juga berada pada 10 besar nasional atau sejumlah 6.6% jauh lebih besar dari provinsi yang baru terbentuk Kalimantan Utara yang hanya pada 5.0%.

Dalam soal kesehatan selain cakupan angka pelayanan kesehatan ibu hamil hanya 76.7% atau terendah 12 se-Indonesia, cakupan imunisasi pada ibu hamil hanya 49.9%. Untuk cakupan imunisasi dasar lengkap pada bayi hanya 41.8% dan cakupan UCI hanya 21.3% dan keduanya terendah se-Indonesia dan ditambah dengan tidak ada satupun kab/kota di Aceh mampu melakukan imunisasi lengkap bagi warganya.

Cakupan layanan kesehatan ibu dan anak yang terus menurun persentasenya tersebut juga berdampak pada tingginya angka stunting Aceh pada 2021 yang mencapai 33.3% atau hanya turun 4% dari tahun 2018 yang mencapai 37.8%. Angka persentase ini menunjukkan bahwa dari 3 anak aceh maka 1 nya pasti stunting atau mengalami kegagalan tumbuh kembang otak secara sehat dan wajar dan ini adalah tragedi bagi masa depan aceh beberapa dekade mendatang.

Dalam soal Pendidikan, tingginya akan lulusan siswa SLTA Aceh yang diterima di PTN bukanlah ukuran kemajuan Pendidikan Aceh karena di Aceh sendiri terdapat 11 perguruan tinggi atau terbanyak dari seluruh provinsi di Indonesia dibandingkan dengan jumlah penduduknya. Maka untuk dapat mengukur kualitas Pendidikan SLTA di Aceh adalah melalui nilai rata-rata siswa Aceh yang berhasil diperoleh pada SBMPTN 2022 dan berdasarkan laporan LMPT diketahui nilai rata-rata capaian siswa-siswa Aceh masih rendah di Sumatera.

Pengelolaan anggaran APBA masa pemerintahan Nova Iriansyah juga sangat buruk jika dilihat dari besarnya jumlah SILPA setiap tahun sejak 2017-2021. Mulai Tahun 2017 SILPA mencapai 1 triliun, 2018 SILPA Aceh 2,95 triliun, berikutnya 2019 mencapai 2,85 triliun, Tahun 2020 SILPA naik drastis menjadi 3,96 triliun dan tahun 2021 SILPA itu mencapai 4 triliun lebih. Ketidakmampuan mengelola APBA secara efektif ini juga berkontribusi pada peningkatan jumlah warga miskin di Aceh akibat APBA adalah instrumen dan stimulan utama pendorong kemampuan konsumtif dan pergerakan ekonomi masyarakat Aceh.

Kalau masa kepemimpinan Nova Iriansyah telah meninggalkan tiga problem besar masyarakat Aceh (kemiskinan, kesehatan, pendidikan) maka Pejabat Gubernur dengan masa jabatan sampai 2024 mendatang tentulah harus memiliki energi yang berlebih untuk bisa mengurai dan menyelesaikan masalah pokok tersebut.

Pj Gubernur selain harus punya pengalaman memimpin daerah juga harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik dengan legislative karena faktor buruknya koordinasi antara eksekutif dan legislatif merupakan faktor pemicu rendahnya serapan anggaran pembangunan Aceh selama ini.

Meski demikian, kapasitas dan integritas pribadi seorang Pj tidak cukup untuk membawa Aceh mengurai masalahnya yang kronis, dibutuhkan tim kerja yang mampu membangun harmoni dan sinergi antar SKPA yang ada. 

Oleh karena itu, pada bulan pertama menjabat, PJ harus sudah punya perencanaan untuk melakukan evaluasi pada seluruh SKPA tanpa kecuali termasuk tim TAPA yang selama ini menjadi problem bersama dengan legislative.

Seleksi Jabatan Tinggi Pratama merupakan Langkah awal yang sesegera mungkin harus dilakukan oleh Pj Gubernur untuk semua tingkatan dengan memastikan mekanisme yang fair dan inklusif yang memberi ruang semua anak bangsa memiliki peluang yang sama sehingga diperoleh nantinya tim SKPA Pj Gubernur yang mumpuni, inovatif, responsif dan akseleratif dalam mengejar kemajuan pembangunan Aceh yang telah jauh tertinggal dari wilayah lain Indonesia.

Setelah tim terpilih maka selanjutnya memastikan tim bekerja berdasarkan data dan fakta sehingga terbangun program pembangunan Aceh yang evidence base yang mampu mengurai dan menyelesaikan persoalan pembangunan dan kesejahteraan warga Aceh secara terencana, bertahap, terstruktur, terukur dan berkesinambungan.

Tim tersebut juga harus akomodatif pada semua stakeholder di Aceh dan luar Aceh misalnya pelibatan kampus dalam berbagai persoalan untuk mendapat formula dan strategi penanganan sektor utama (kemiskinan, pendidikan, kesehatan) sehingga harmoni pembangunan lebih terasa dan mensejahterakan. []

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda