Beranda / Berita / Aceh / Pj Bupati Diminta Segera Tindaklanjuti Dugaan Pencemaran di Nagan Raya

Pj Bupati Diminta Segera Tindaklanjuti Dugaan Pencemaran di Nagan Raya

Rabu, 16 Oktober 2024 23:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Direktur Eksekutif Apel Green Aceh, Rahmat Syukur. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Direktur Eksekutif Apel Green Aceh, Rahmat Syukur meminta Penjabat (Pj) Bupati Nagan Raya yang baru dilantik untuk segera mengevaluasi kinerja seluruh pejabat di Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Nagan Raya. 

Evaluasi ini, menurutnya, sangat penting guna memastikan bahwa upaya penjagaan lingkungan dan kebersihan di wilayah tersebut berjalan sesuai harapan. 

Apel Green Aceh menilai, hingga kini kinerja DLHK masih jauh dari optimal, terutama dalam menangani berbagai kasus dugaan pencemaran lingkungan yang belum terselesaikan.

“Saya menilai Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Nagan Raya masih belum bekerja maksimal. Banyak kasus dugaan pencemaran sungai yang sampai saat ini belum terselesaikan. Bahkan, dinas tersebut terkesan diam seribu bahasa. Oleh karena itu, evaluasi dari pimpinan (Bupati) sangat diperlukan,” ujar Direktur Eksekutif Apel Green Aceh, Rahmat Syukur kepada Dialeksis.com, Rabu (16/10/2024).

DLHK, menurutnya, memiliki peran strategis sebagai ujung tombak dalam melaksanakan amanah Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 

Namun, banyak pengawasan yang dianggapnya tidak maksimal, serta kurangnya keterbukaan informasi kepada publik terkait dengan hasil kerja dinas tersebut.

“Sebagai contoh, hasil tes laboratorium atas dugaan pencemaran sungai sering kali tidak diumumkan kepada publik. Ini jelas melanggar hak asasi manusia yang dijamin dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” tegasnya. 

Ia menekankan pentingnya transparansi dalam setiap langkah yang diambil oleh DLHK, mengingat lembaga ini menggunakan dana publik dalam operasionalnya.

Apel Green Aceh juga menyebutkan adanya dugaan pelanggaran dalam proses investasi yang beroperasi di Nagan Raya. 

"Ada indikasi bahwa beberapa perusahaan sudah memulai konstruksi, namun apakah mereka sudah memiliki AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan)? Apakah dinas terkait melakukan pengawasan? Pemerintah terkesan tidak serius dalam mengawasi investasi yang dilakukan tanpa aturan yang jelas. Ini adalah tanda kemunduran," tambahnya. 

Menurut Apel Green Aceh, evaluasi kinerja DLHK Nagan Raya harus segera dilakukan oleh Pj Bupati, dan jika pejabat terkait tidak mampu bekerja secara efektif, penggantian menjadi solusi yang tidak bisa dihindari. 

"Jika mereka tidak mampu bekerja, penggantian pejabat adalah langkah yang tepat agar pengawasan lingkungan dapat tetap berjalan sesuai aturan yang berlaku," ujarnya.

Apel Green Aceh menyoroti dua kasus pencemaran sungai yang hingga kini belum mendapatkan tindak lanjut yang jelas. 

Salah satunya terjadi pada 17 Agustus 2023, di mana hasil laboratorium sudah tersedia namun tidak ada tindakan lanjutan dari pihak DLHK. 

Kasus kedua terjadi pada 3 Oktober 2023, yang hingga kini hasil tes laboratoriumnya tidak dipublikasikan.

Direktur Apel Green Aceh mempertanyakan apakah DLHK berdalih bahwa hasil lab tersebut dikecualikan dari keterbukaan informasi, padahal Komisi Informasi Aceh telah membatalkan keputusan tersebut dan diperkuat oleh putusan PTUN Banda Aceh Nomor 9/G/KI/2024/PTUN.BNA.

“Kami menuntut transparansi dan tindakan nyata. Hasil lab tidak bisa ditutupi, dan semua proses harus mengacu pada aturan yang berlaku,” ujarnya.

Kritik Apel Green Aceh juga terkait dengan ketidakresponsifan pemerintah daerah terhadap surat dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia Wilayah Aceh. 

Surat tersebut, dengan Nomor 912/PM.00.01/3.5.1/VI/2024, memberikan saran dan tindak lanjut atas dugaan pencemaran lingkungan yang dilaporkan oleh masyarakat. Namun, hingga kini tidak ada respon dari pihak pemerintah.

Dalam konteks ini, Apel Green Aceh menyoroti kewajiban pemerintah untuk menegakkan hak asasi manusia. 

Pasal 71 dan 72 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk melindungi, menegakkan, dan memajukan HAM warganya. 

Namun, sikap diam yang diperlihatkan DLHK Nagan Raya dianggap mencederai prinsip tersebut.

“Kita tidak hanya berbicara tentang pencemaran lingkungan, tetapi juga hak asasi manusia. Lingkungan yang sehat adalah hak dasar setiap warga negara, dan pemerintah berkewajiban melindunginya,” pungkasnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda