PII Aceh Kecam Dugaan Larangan Berhijab Bagi Paskibraka Putri Tingkat Nasional
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Amsal, Ketua Umum PW PII Aceh, dengan tegas menyuarakan penolakannya terhadap pelepasan jilbab pada Paskibraka merupakan tindakan yang dianggap mencederai nilai-nilai syariat Islam yang dipegang teguh oleh masyarakat Aceh. [Foto: dokumen untuk dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Polemik mengenai dugaan pemaksaan pelepasan hijab bagi anggota putri Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Nasional yang akan bertugas di Ibu Kota Negara (IKN) semakin memanas dan menuai perhatian luas dari berbagai kalangan.
Isu ini mencuat setelah pada prosesi pengukuhan di Istana Negara oleh Presiden Joko Widodo, tidak terlihat satu pun anggota putri Paskibraka yang mengenakan hijab, termasuk perwakilan dari provinsi Aceh.
Sebagai provinsi dengan kekhususan dalam menjalankan syariat Islam, Aceh memiliki pandangan yang tegas terhadap isu ini.
Hijab bukan sekadar atribut busana, melainkan bagian integral dari pelaksanaan syariat Islam dan identitas diri bagi kaum Muslimah di Aceh.
Oleh karena itu, langkah yang diduga memaksa anggota Paskibraka Nasional asal Aceh untuk melepas hijab dinilai sebagai tindakan yang mengabaikan hak konstitusional dan spiritual mereka sebagai umat Islam.
Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia (PW PII) Aceh menyatakan keprihatinan mendalam atas kebijakan ini.
Amsal, Ketua Umum PW PII Aceh, dengan tegas menyuarakan penolakannya terhadap tindakan yang dianggap mencederai nilai-nilai syariat Islam yang dipegang teguh oleh masyarakat Aceh.
Dalam pernyataannya, Amsal mendesak Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) untuk meninjau kembali aturan yang mewajibkan pelepasan hijab bagi anggota Paskibraka nasional.
"Menjalankan ajaran agama adalah bagian dari nilai-nilai Pancasila, terutama sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Kami memohon kepada BPIP untuk mempertimbangkan kembali aturan tersebut demi menghormati keberagaman dan kebebasan beragama di Indonesia," tegas Amsal kepada Dialeksis.com, Rabu (14/8/2024).
Ia juga menekankan bahwa pemaksaan tersebut tidak hanya melanggar hak individu untuk menjalankan ajaran agamanya, tetapi juga bertentangan dengan semangat kebhinekaan dan toleransi yang menjadi pilar utama bangsa Indonesia.
PW PII Aceh menilai, keharusan untuk melepas hijab dalam upacara kenegaraan apapun merupakan bentuk diskriminasi yang tidak bisa ditoleransi.
Lebih jauh, mereka menyatakan bahwa hijab adalah bagian dari identitas dan keyakinan yang tidak seharusnya dipisahkan dari kehidupan sehari-hari, apalagi dalam momen penting seperti upacara 17 Agustus yang memiliki nilai historis dan simbolis bagi bangsa Indonesia.
Tindakan memaksa anggota Paskibraka melepas hijab dinilai sebagai langkah mundur dalam upaya mempromosikan nilai-nilai pluralisme dan kebebasan beragama di Indonesia.
PW PII Aceh berharap agar semua pihak, termasuk BPIP, bisa lebih bijak dalam mengambil keputusan yang menyangkut keberagaman budaya dan keyakinan di Indonesia.
Dikatakan, polemik ini tentu saja menarik perhatian publik, terutama masyarakat Aceh yang identitas dan keyakinannya sedang dipertaruhkan.
Dalam hal ini, kata Amsal, isu ini tidak hanya menyangkut persoalan kebijakan, tetapi juga menyentuh rasa keadilan dan penghormatan terhadap hak-hak konstitusional setiap warga negara, termasuk dalam hal menjalankan ajaran agamanya sesuai dengan keyakinan masing-masing.
"Kami percaya bahwa penghormatan terhadap kebebasan beragama dan budaya lokal akan semakin memperkuat kesatuan dan persatuan bangsa," pungkasnya. [*]