Petani Kesulitan Mesin Pemotong Padi, Kadistanbunak Aceh Tamiang Minta Jangan Dipolitisir
Font: Ukuran: - +
Reporter : Hendra Vramenia
Kepala Distanbunak Aceh Tamiang, Yunus. [Foto : IST/Dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Aceh Tamiang - Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan (Distanbunak) Aceh Tamiang, Yunus meminta minimnya mesin pemotong padi tidak dipolitisir. Kelangkaan mesin pemotong padi ini diungkapkan anggota DPRA Asrizal Asnawi setelah mendapat laporan dari petani.
Dalam laporan itu disebutkan tanaman padi di Kecamatan Manyak Payed, Aceh Tamiang sudah memasuki usia panen. Tapi karena ketiadaan mesin pemotong padi, petani di wilayah itu hanya bisa menyaksikan padinya menguning tanpa bisa memanen.
“Ya sekarang ini memang musim panen serentak, karena kemarin menanamnya juga serentak. Jadi kebutuhan mesin pemotong padi juga meningkat,” kata Yunus kepada wartawan, Senin (09/3/2020).
Yunus sangat tidak setuju kelangkaan combine harvester ini dikaitkan dengan tuduhan campur tangan oknum nakal. Dia menjelaskan kondisi saat ini stok combine harvester di Aceh Tamiang memang sedikit dan umumnya dikelola oleh kelompok tani.
Selama ini kata dia, petani Aceh Tamiang memiliki kerja sama dengan petani di Sumatera Utara, khususnya tentang penggunaan combine harvester. “Jadi yang digunakan selama ini mesin dari Medan, ada kerja sama, sepertinya menggunakan kontrak. Sebaliknya juga begitu, ada mesin yang digunakan di Sumatera Utara,” kata dia.
Persoalan muncul ketika musim panen padi di Sumut dan Aceh Tamiang serentak. Stok mesin pemotong padi yang sejak awal memang minim menyebabkan sebagian areal terlantar.
“Janganlah sampai dibilang ada kecurangan, kasihan petani kita. Kondisi hari ini bisa dibilang kita tidak memiliki mesin. Kami sangat berharap dana aspirasi dewan dicurahkan untuk pengadaan mesin ini,” lanjut Yunus.
Kendala utama pengadaan mesin ini disebutnya soal harga. Untuk mendatangkan satu unit mesin pemotong padi paling minimal membutuhkan anggaran Rp 400 juta.
“Harganya sangat mahal, paling murah itu Rp 400 jutaan. Jadi janganlah dipolitisir,” kata dia.
Dia menambahkan setidaknya Aceh Tamiang saat ini membutuhkan 20 unit mesin combine harvester. Usulan ini sudah disampaikannya melalui DPR RI asal Aceh dan Kementerian Pertanian. (MHV)