Pesan Prof Musri, Jangan Melulu Memandang Ganja Secara Negatif
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
Foto: Ist
DIALEKSIS.COM | Aceh - Majelis Ulama Indonesia (MUI) dikabarkan mulai menggodok kajian secara komprehensif dalam perspektif keagamaan terkait wacana legalisasi ganja untuk kebutuhan medis. MUI akan berkontribusi dalam memberikan solusi keagamaan atas dasar pertimbangan kemaslahatan umum secara holistik.
Peneliti Ganja Universitas Syiah Kuala (USK) Prof Musri Musman menyatakan mendukung gerakan tersebut. Menurutnya, upaya yang dilakukan oleh MUI merupakan gerakan yang telah dinanti-nantikan selama ini.
“Bagi saya mendukung saja, bahwa itu yang memang kita perjuangkan selama ini. Kalau sudah ditangkap positif, ya, tinggal kita lakukan sesuai dengan prosedurnya,” ujar Prof Musri kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Minggu (3/7/2022).
Di sisi lain, menimbang masih banyaknya masukan yang menyatakan ganja sebagai bagian dari narkotika, Prof Musri berharap agar masyarakat memberi kesempatan untuk pengkajian lebih lanjut.
Ia juga berpesan agar semua pihak tidak melulu memandang ganja sebagai subjek negatif, melainkan juga ikut memandang secara objektif bahwa terdapat hal positif dari penggunaan ganja untuk kebutuhan medis.
Adapun mengenai tantangan legalisasi ganja di Indonesia menimbang tumbuhan tersebut rentan disalahgunakan, Prof Musri menegaskan agar Pemerintah Republik Indonesia ikut mengeluarkan regulasi pengawasan.
“Regulasi pengawasan adalah regulasi yang membatasi ruang gerak ganja untuk disalahgunakan, dan Pemerintah Indonesia harus mengeluarkan regulasi ini ketika ganja dilegalkan untuk kebutuhan medis,” jelasnya.
Di samping itu, Prof Musman saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada hari Kamis, 30 Juni 2022 di Komplek Parlemen Senayan Jakarta, ia mengatakan bahwa Pasal 8 Undang-undang 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ikut menjegal para peneliti untuk memanfaatkan ganja dalam kapasitasnya menolong sesama.
“Kalau manfaat ganja tidak bisa dipergunakan untuk keperluan medis, maka untuk apa kegiatan tersebut kita lakukan,” ujarnya sebagaimana dikutip dari Liputan6com.
Adapun bunyi Pasal 8 UU Narkotika ialah “Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.”