Pertaruhan Kredibilitas Kejari Lhokseumawe, Kasus Korupsi RS Arun Harus Diusut Tuntas
Font: Ukuran: - +
Reporter : Biyu
DIALEKSIS.COM | Aceh - Kasus RS Arun yang saat ini masih dalam penyelidikan Kejaksaan Negeri (Kejari) Lhokseumawe mengungkapkan telah terjadi korupsi yang masif sejak tahun 2016 hingga 2022.
Demikian disampaikan Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian dalam keterangan pers yang diterima Dialeksis.com, Jumat (7/4/2023).
"Setelah menganalisis terhadap konstruksi kasus korupsi berdasarkan penelusuran selama ini, telah terjadi korupsi yang masif dan juga melibatkan para petinggi atau penyelenggara Pemerintah Kota Lhokseumawe sejak tahun 2016 sampai 2022, dimana anggaran yang terkelola sebesar Rp942 miliar," ucapnya.
Pihaknya berkesimpulan kasus RS Arun ini masuk dalam kasus besar dan ini menjadi taruhan pihak kejaksaan untuk dapat menyelesaikam korupsi secara tuntas dan utuh, tanpa ada upaya untuk menyelamatkan aktor.
"Berdasarkan fakta dan data yang telah kami telaah atas penangangan kasus tersebut, maka dapat kami simpulkan dalam beberapa catatan penting dan ini juga menjadi bagian untuk memperkuat kinerja kejaksaan dalam mengusut kasus tersebut," papar Alfian.
Pertama, Korupsi yang terjadi sejak 2016 sampai 2022 terhadap anggaran rumah sakit yang mencapai Rp942 milyar terjadi dengan sistematis, didukung oleh penyelenggaran negara dan birokrasi yang ada waktu itu.
"Jadi mereka melakukan kejahatan tersebut memang secara terencana dan bukan alasan atas ketidakpahaman," ucapnya.
Kedua, Berawal adanya temuan PPATK, terus dilanjukan oleh kejaksaan menjadi landasan kuat telah terjadi money laundry (pencucian uang) dan peyimpangan.
"Secara internal birokrasi juga sudah dilakukan audit investigasi melalui Inspektorat yang hasilnya sudah dikuasai oleh pihak kejaksaan," tukas Alfian.
Ketiga, Saat ini Kejari Lhokseumawe sedang melakukan pendalaman dan pengembangan terhadap kasus yang di maksud dan pihaknya mendukung langkah kejaksaan tersebut selama pengusutan dilakukan secara utuh.
"Maksudnya disini, tidak ada upaya menyelamatkan aktor pelaku kejahatan," tegasnya.
Keempat, Kejaksaan dengan Kejari yang baru menjadi harapan publik untuk dapat menyelesaikan kasus ini secara transparan dan akuntabel.
"Hal ini tentunya mengingat kinerja Kejari sebelumnya mendapat rapor merah dari penilaian publik atas kasus yang ditanganinya, seperti korupsi pembagunan tanggul Cunda-Meraksa," ujar Alfian mengingatkan.
Kelima, Kejaksaan tidak perlu ragu dalam penetapan tersangka terhadap kasus tersebut berdasarkan bukti yang cukup, MaTA dan Publik mendukung penuh selama kinerja dalam pengusutan kasus tidak memberi toleransi kepada pelaku kajahatan luar biasa.
Keenam, Mengingat ini kasus besar, MaTA meminta Kejati Aceh untuk memback-up atas pengusutan kasus tersebut. sehingga kepastian hukum terhadap pelaku dapat terjadi.
"Ketujuh, MaTA dan publik akan mengawal selama pengusutan kasus berlangsung, sehingga Kejari yang baru memiliki kemauan yang kuat untuk membersihkan Pemko Lhokseumawe dari para pelaku kajahatan," pungkas Alfian. [BY]