kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Perspektif APDESI Aceh Terhadap Pemimpin Desa Perempuan

Perspektif APDESI Aceh Terhadap Pemimpin Desa Perempuan

Selasa, 19 Oktober 2021 18:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Alfi Nora

Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Aceh, Muksalmina. [Foto: Ist.]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Wamendes PDTT), Budi Arie Setiadi menyoroti jumlah Kepala Desa atau di Aceh Tamiang disebut Datok Penghulu, hanya ada empat perempuan yang menjadi datok penghulu dari jumlah total 213 kampung.

Seperti dilansir dari Serambinews.com, Budi menyebutkan sedikitnya jumlah desa yang maju dengan dominasi kepala desa pria. Biasanya perempuan lebih bertanggung jawab, karena tidak ada tingkah aneh-aneh.

Hal itu disampaikan Budi saat berkunjung ke ke Aceh Tamiang, Minggu (17/10/2021).

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Aceh, Muksalmina mengatakan keterlibatan kepala desa yang dipimpin oleh perempuan harus dilihat berdasarkan budaya masyarakat setempat. 

"Berbicara pemimpin perempuan di Aceh sudah tidak diherankan lagi, masa kesultanan Aceh perempuan banyak yang berada di garda terdepan dalam memperjuang kemerdekaan Aceh," katanya.

Sebelumnya, di beberapa wilayah tertentu di Aceh baik seperti Aceh Tengah dan Aceh Tenggara sudah ada kepala desa perempuan, artinya itu tergantung konteks lokal masyarakat. 

Menurut, kebanyakan perempuan di Aceh itu berkarir secara politik itu kebanyakan statusnya itu janda, karena seorang janda dia tidak akan terikat lagi dengan tanggung jawab terhadap keluarganya. 

"Sehingga kita bisa lihat, kapan Cut Nyak Dhien berada di garda terdepan itu adalah setelah dia benar-benar jadi janda, kemudian Pocut Baren, Keumala Hayati, semuanya seperti itu," ungkapnya. 

Jadi, kata dia, hal itu lebih kepada nilai agama yang menjadi dasar budaya selama ini di Aceh, jadi kalau ada yang ingin memaksakan diri bahwa harus seperti pola budaya di barat itu memang belum mungkin, karena secara budaya masyarakat Aceh belum menganut itu. [NOR]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda