DIALEKSIS.COM| Banda Aceh- Muzakir Manaf, Gubernur Aceh sudah mengeluarkan ultimatum soal tambang illegal, namun pernyataan Mualem ini belum menyentuh akar persoalan masalah lingkungan di Serambi Mekkah.
Menurut Rahmat Syukur, Direktur Yayasan Apel Green Aceh, Rahmad Syukur, pihaknya menilai justru ancaman terbesar datang dari perusakan hutan yang berlangsung sistematis melalui penggunaan alat berat.
Hal itu dijelaskan Rahmat Syukur dalam penjelasanya kepada media, Senin (29/09/2025), sehubungan dengan hangatnya persoalan tambang illegal di Aceh yang mendapat kritikan pedas DPRA dan adanya ultimatum dari Mualem.
Menurut Syukur, Perusakan hutan yang berlangsung sistematis itu masih berlangsung di Aceh. Seperti Di Rawa Tripa, Kila, hingga Beutong Ateuh, ekspansi ilegal terus berjalan.
Hutan lindung yang seharusnya jadi benteng terakhir kehidupan kini dipreteli sedikit demi sedikit demi kepentingan ekonomi jangka pendek.
“Apakah kita tidak berpikir jauh ke depan. Hilangnya hutan berarti hilangnya sumber air bersih, meningkatnya risiko banjir dan longsor, musnahnya lahan pertanian, hingga ancaman kepunahan satwa langka seperti orangutan, gajah, dan harimau,” jelasnya
Perusakan itu juga memperparah krisis iklim global yang dampaknya makin terasa di Aceh. Menurut Syuku, jika Mualem sungguh peduli pada masa depan Aceh, kritik seharusnya tidak berhenti di tambang.
“Mengapa diam ketika hutan digunduli dengan ekskavator. Mengapa tak bersuara lantang saat kawasan gambut dibabat habis,” sebut Rahmat Syukur.
Menurut Syuku, rakyat berhak menuntut konsistensi moral dari elit politik, bukan sekadar memilih isu yang populer. Ia mendesak Mualem dan seluruh elit Aceh mendorong penegakan hukum terhadap pelaku perambahan hutan.
Aceh membutuhkan kepemimpinan moral yang konsisten, menolak perusakan lingkungan, baik oleh tambang maupun pembalakan hutan,” ujarnya.
Selain itu, Syukur juga mengingatkan pesan Wali Nanggroe Aceh, Tgk. Hasan di Tiro, tentang pentingnya menjaga hutan sebagai pusaka bagi generasi mendatang.
Kini saatnya para pemimpin membuktikan apakah sungguh peduli pada masa depan rakyat atau hanya menjadikan isu lingkungan sebagai komoditas politik,”kata dia.
“Bila bukan kita secara bersama sama selagi punya kuasa menyelamatkan hutan Aceh, siapa lagi mau diharapkan menyelamatkanya. Sudah cukup parah hutan Aceh yang dihancurkan secara sistematis,” sebutnya.