Beranda / Berita / Aceh / Peringati 20 Tahun Tsunami Aceh, ICAIOS Hadirkan KARAT sebagai Narasi Visual Pasca-Tsunami

Peringati 20 Tahun Tsunami Aceh, ICAIOS Hadirkan KARAT sebagai Narasi Visual Pasca-Tsunami

Kamis, 19 Desember 2024 11:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

pameran seni bertajuk “KARAT” mulai tanggal 16 Desember 2024 sampai 20 Januari 2025 yang diselenggarakan oleh International Center of Aceh and Indian Ocean Studies (ICAIOS). Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com.


 DIALEKSIS.COM | Banda AcehDalam rangka memperingati 20 tahun tsunami Aceh 2004, International Center of Aceh and Indian Ocean Studies (ICAIOS) mengadakan pameran seni bertajuk “KARAT” mulai tanggal 16 Desember 2024 sampai 20 Januari 2025.


Direktur ICAIOS, Reza Idria, menyatakan bahwa pameran ini mengingatkan tsunami 26 Desember 2004 bukan hanya sebuah peristiwa komunal bagi masyarakat Aceh namun juga refleksi pengalaman personal bagi banyak orang untuk bangkit pasca tsunami.

“Pameran ICAIOS hadir menafsir kembali makna kehilangan, ketegaran, dan mimpi masa depan. Setiap goresan, untaian, warna, dan bentuk dalam pameran ini adalah narasi visual yang menggambarkan sebuah refleksi dari perjalanan panjang masyarakat Aceh untuk bangkit kembali setelah kuyup ditenggelamkan oleh tsunami,” jelasnya kepada Dialeksis.com, Rabu, 18 Desember 2024.

Kegiatan ini bertujuan untuk menghidupkan kembali pemahaman terkait bencana yang mulai terlupakan dengan mengusung tema meukarat, istilah dalam bahasa Aceh yang berarti sesuatu yang mendesak. 

Menurut Reza, KARAT tidak hanya menjadi ajang seni, tetapi juga ruang untuk refleksi, pembelajaran, dan pemahaman pentingnya ingatan kolektif dalam menghadapi tantangan kebencanaan.

“Melalui karya-karya dalam pameran ini, kita diajak merenungkan kembali apa yang telah berlalu dan apa yang akan datang. Sebuah perjalanan visual, suara, dan imaji yang tidak sekadar mengenang tragedi, tetapi juga merawat ingatan, memulihkan identitas, dan menegaskan kembali kekuatan solidaritas antarmanusia,” tutur Reza.

Pratitou Arafat, selaku kurator dalam pameran KARAT mengatakan bahwa melalui tujuh instalasi seni utama, pameran ini melibatkan seniman-seniman muda yang berkolaborasi dengan para peneliti di ICAIOS untuk menginterpretasikan kembali beberapa penelitian ICAIOS tentang kebencanaan. 

Adapun tujuh karya yang ditampilkan tersebut meliputi Balung Bidai merupakan Kolaborasi Zahrina Adzana dan Reza Idria. Ini menggambarkan rasa putus asa dan harapan yang pupus melalui hikayat dan instalasi visual, merupakan sebuah refleksi dari harapan yang kian memudar setelah tsunami dan proses perdamaian di Aceh.

Yang kedua ada, Untold Stories, Karya Raida Adilah dan Slow Disaster Project. Instalasi ini memanfaatkan metode photovoice untuk menggambarkan kehidupan masyarakat di Aceh pascatsunami, menyoroti kehilangan, trauma, dan dinamika kehidupan pascabencana.

Yang ketiga ada Keramik Masa Lalu karya Ferian Yavis Pradika dan Aceh Geohazard Project. Melalui pecahan keramik, instalasi ini menceritakan peradaban pesisir Aceh di masa lalu yang berkali-kali diterpa bencana. Tiga lorong instalasi mengisahkan perjalanan sejarah, kehancuran, dan pelajaran dari masa lalu.

Yang keempat ada Ia Ada di Sini, Tidak di Sana karya Zakhreen Hamdani dan Pratitou Arafat. Ini menampilkan motif songket bertema tsunami sebagai upaya pelestarian budaya dan ilustrasi kekuatan pendekatan vernakular dalam mitigasi bencana.

Yang kelima, Rentan karya Rizky Akbar dan Cut Dewi. Ini merupakan dokumentasi arsitektur Aceh melalui metode Vernadoc, sebagai upaya pelestarian identitas budaya dalam wilayah rawan bencana.

Yang keenam ada Bingkai Emas karya Rizka Maulida dan Uchra Mustika. Sebuah otokritik terhadap hasil penelitian tsunami yang sering hanya menjadi pajangan akademik tanpa menjangkau masyarakat umum.

Yang terakhir ada Soft Heart karya Raihan Cantika dan Cornell University & Ithaca Community Project yang mengangkat kisah anak-anak di Amerika dan dunia yang menunjukkan empati melalui karya seni untuk membantu korban tsunami Aceh.

Selama lebih dari sebulan kedepan, pameran akan diiringin dengan beberapa agenda lainnya seperti night exhibition, lokakarya keramik, pameran edisi sekolah, layman-termed video, serta pidato kebudayaan yang akan dilaksanakan pada 27 Desember 2024 mendatang untuk merawat memori kolektif pascabencana.

"Lewat tujuh karya utama yang ditampilkan, pameran ini mengajak kita kembali untuk merefleksi ingatan, persepsi, dan pengetahuan kita tentang kebencanaan karena semestinya kita sadar bahwa perihal bencana adalah perkara yang meukarat,” pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI