DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Suasana religius dan kebersamaan begitu terasa di Gampong Cot Lamkuweuh, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh, saat masyarakat merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 Hijriah.
Perayaan yang berlangsung penuh kekhidmatan itu disemarakkan dengan hidangan khas kuah belangong yang dimasak secara gotong royong oleh warga.
Keusyik Cot Lamkuweuh, Misbahudin, mengungkapkan rasa syukur atas antusiasme masyarakat yang tinggi dalam menyambut peringatan hari kelahiran Rasulullah.
Tahun ini, warga menyajikan empat belangong besar berisi kuah khas Aceh yang kemudian disantap bersama-sama oleh masyarakat dan tamu undangan.
“Alhamdulillah, untuk momen tahun ini hidangan lebih banyak dibanding tahun-tahun sebelumnya. Masyarakat begitu antusias, bahu-membahu menyiapkan segala keperluan agar perayaan maulid berjalan lancar,” ujar Misbahudin kepada media dialeksis.com, Minggu, 7 September 2025.
Bagi masyarakat Cot Lamkuweuh, perayaan Maulid Nabi bukan hanya sekadar tradisi tahunan, melainkan momentum mempererat silaturahmi, memperkuat nilai-nilai keislaman, serta menanamkan kecintaan kepada Rasulullah SAW sejak dini.
“Yang ingin kita sampaikan adalah bagaimana momen maulid ini bisa menjadi sarana memperkuat kehidupan beragama di kampung. Kita ingin kegiatan islami seperti pengajian, zikir, dan kajian keagamaan terus ditingkatkan, bukan hanya saat maulid saja,” jelasnya.
Ia menambahkan, Maulid juga menjadi momen untuk melakukan refleksi terhadap kondisi sosial masyarakat. Menurutnya, ada beberapa perilaku di gampong yang perlu diluruskan agar tidak menyimpang dari ajaran Islam.
“Harapan kami, melalui kegiatan religius seperti ini, bisa perlahan menghilangkan hal-hal yang tidak sesuai syariat di gampong. Dengan begitu, Cot Lamkuweuh semakin dikenal sebagai kampung yang religius, damai, dan rukun,” ungkapnya.
Persiapan perayaan Maulid di Cot Lamkuweuh melibatkan seluruh lapisan masyarakat, dari anak muda hingga orang tua. Para lelaki bergotong royong memotong daging dan memasak kuah belangong, sementara kaum perempuan menyiapkan bumbu dan aneka hidangan pelengkap.
Empat belangong besar yang disajikan menjadi simbol kebersamaan. Setiap warga memberikan kontribusi sesuai kemampuan, baik dalam bentuk bahan makanan, tenaga, maupun dana.
“Ini yang paling indah dari Maulid di Aceh. Semangat kebersamaan dan gotong royong begitu terasa. Semua orang terlibat, semua merasa memiliki,” kata Misbahudin.
Keusyik Cot Lamkuweuh berharap perayaan Maulid tidak hanya berhenti sebagai tradisi seremonial, tetapi menjadi penggerak lahirnya kegiatan keagamaan yang berkelanjutan.
“Kita berharap semangat Maulid ini terus berlanjut dalam bentuk kegiatan islami sehari-hari. Misalnya pengajian rutin, kegiatan belajar Al-Qur’an untuk anak-anak, dan dakwah yang menguatkan akhlak masyarakat,” pungkasnya.