Penyaluran Pinjaman Daring di Aceh Baru 0,3 persen
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyatakan fintech lending (pinjaman daring) di Provinsi Aceh termasuk fintech syariah masih berada pada angka 0,3 persen dari total nasional.
"Aceh yang dikenal sebagai Serambi Mekah, memiliki potensi besar untuk mengembangkan perekonomian syariah khususnya fintech syariah," kata Kepala Eksekutif Fintech Pendanaan Syariah AFPI Lutfi Adhiansyah, di Banda Aceh, Kamis (18/7/2019).
Ia menjelaskan salah satu upaya meningkatkan penggunaan pendanaan daring itu melalui edukasi yang dilakukan di lingkungan mahasiswa khususnya di Unsyiah.
"AFPI bersama OJK memberikan edukasi kepada para mahasiswa terkait manfaat dan risiko fintech lending (pinjaman daring) termasuk fintech syariah. Edukasi juga bertujuan meningkatkan pemahaman dan inklusi keuangan khususnya fintech di Aceh," katanya.
Menurut dia kehadiran Fintech syariah yang merupakan bagian dari fintech lending untuk memberikan manfaat yang lebih besar sehingga turut mendorong pemerataan akses keuangan khususnya masyarakat yang belum terjangkau lembaga keuangan formal.
Pihaknya menilai pendekatan edukasi Fintech Lending khususnya fintech syariah ini melalui mahasiswa sangat tepat karena mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa.
"Mahasiswa diharapkan dapat semakin kreatif dan inovatif, mengeluarkan ide-ide untuk memaksimalkan peluang yang ada, khususnya di sector fintech lending," katanya di sela-sela edukasi pinjaman kepada mahasiswa Unsyiah, kemarin.
Ia menambahkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah populasi muslim terbesar di dunia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan perekonomian yang halal dan membawa Indonesia semakin siap bersaing di pasar global.
Potensi tersebut juga terbuka lebar di Aceh seiring adanya Qanun Aceh tahun 2018 tentang lembaga keuangan syariah, di mana pada tahun 2020 semua lembaga keuangan baik perbankan maupun perkreditan rakyat yang berkantor di Aceh wajib memberlakukan sistem syariah dalam pengelolaan keuangan.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan per 31 Mei 2019, jumlah penyaluran pinjaman fintech lending di Aceh mencapai Rp 113,26 miliar atau hanya 0,3 persen dari total nasional yang mencapai Rp41,03 triliun.
Dari sisi total transaksi borrower, Aceh tercatat sebanyak 105.885 akun atau 0,36 persen dari total 29,30 juta akun secara nasional dan akumulasi rekening borrower di Aceh tercatat 37.796 entitas atau 0,43 persen dari total yang mencapai 8,75 juta entitas. Ada pun total rekening lender di Aceh tercatat 2.894 entitas atau 0,6 persen dari total 480.262 entitas.
Ketua Harian AFPI Kuseryansyah mengatakan keberadaan fintech lending dapat dijadikan pilihan kaum muda untuk mengelola keuangannya agar lebih produktif.
Berdasarkan data OJK per 31 Mei 2019, kaum milenial atau yang berumur 19-34 tahun, mayoritas menjadi lender atau pemberi pinjaman untuk fntech lending, yakni sebanyak 70 persen, sisanya adalah masyarakat di golongan umur 35-54 tahun (27 persen) dan golongan umur lainnya.
"AFPI hadir untuk mendukung program pemerintah meningkatkan inklusi keuangan masyarakat serta pemahaman masyarakat dalam memilih Fintech yang Legal. Kami berharap pemanfaatan Fintech P2P Lending lebih maksimal untuk mengisi Credit Gap dan untuk melayani masyarakat unbank, underserved," kata Kuseryansyah.
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) merupakan organisasi yang mewadahi pelaku usaha Fintech Peer to Peer (P2P) Lending atau Fintech Pendanaan Online di Indonesia.
AFPI ditunjuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai asosiasi resmi penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi di Indonesia, berdasarkan surat No. S-5/D.05/2019.
Di dalam P2P Lending sendiri terdiri dari tiga jenis penyelenggara pendanaan online, yakni P2P Pendanaan Produktif, P2P Pendanaan Multiguna dan P2P Pendanaan Syariah. AFPI dibentuk dari kesadaran bahwa harus ada perlindungan bagi para pengguna layanan P2P Lending, baik peminjam maupun pemberi pinjaman. (red/Antara)