DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Keputusan Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem menunjuk ulama kharismatik asal Aceh Utara, Tgk. H. Muhammad Ali akrab disapa Abu Paya Pasi sebagai Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman (MRB) Banda Aceh, menuai apresiasi luas. Pelantikan dijadwalkan berlangsung Rabu, 13 Agustus 2025, di kompleks masjid bersejarah tersebut.
Akademisi UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Teuku Zulkhairi menilai sosok Abu Paya Pasi bukanlah figur biasa. Ia adalah salah satu ulama Aceh yang kharisma dan wibawanya diakui lintas kalangan.
“Abu Paya Pasi adalah ulama yang memiliki kombinasi lengkap, keilmuan yang mendalam, akhlak yang luhur, kesederhanaan dalam hidup, dan ketegasan dalam prinsip. Beliau adalah simbol ulama Aceh yang ideal untuk memimpin masjid sebesar dan setenar Masjid Raya Baiturrahman,” ujar Zulkhairi kepada Dialeksis.com, Sabtu (9/8/2025).
Menurutnya, dalam konteks Aceh sebagai provinsi yang menjalankan syariat Islam, keberadaan Imam Besar dari kalangan ulama kharismatik bukan hanya tepat, tetapi juga sangat strategis.
"Masjid Raya bukan sekadar tempat shalat. Ini adalah ikon Aceh, pusat syiar, pusat kegiatan keagamaan, bahkan simbol peradaban Islam di kawasan Melayu. Maka, memimpin masjid ini membutuhkan figur yang bisa menjadi teladan umat, dan Abu Paya Pasi adalah pilihan yang tepat,” ujarnya.
Teuku Zulkhairi menggambarkan Abu Paya Pasi sebagai ulama yang tidak hanya disegani karena ilmunya, tetapi juga dicintai karena kedekatannya dengan masyarakat.
"Beliau tidak berjarak. Walaupun punya posisi tinggi sebagai ulama senior, Abu tetap hadir di tengah-tengah masyarakat, memimpin dayah, mengajar santri, dan membimbing umat dengan bahasa yang mereka pahami,” katanya.
Kehidupan sederhana Abu Paya Pasi, menurut Zulkhairi, menjadi teladan moral bagi umat Islam di Aceh. “Kesederhanaan adalah ciri ulama sejati. Dari situ lahirlah wibawa yang tidak dibuat-buat, melainkan diakui oleh hati umat. Itulah yang membuat beliau begitu dihormati,” tambahnya.
Zulkhairi juga menilai bahwa hubungan kedekatan Abu dengan Gubernur Muzakir Manaf justru menjadi modal sinergi antara pemerintah dan ulama.
"Kedekatan ini justru membuka ruang kolaborasi yang lebih erat untuk memakmurkan masjid dan membangun peradaban Islam di Aceh,” katanya.
Dalam pandangan Teuku Zulkhairi, penunjukan Abu Paya Pasi membawa harapan besar bagi kemakmuran Masjid Raya Baiturrahman. Ia berharap masjid ini menjadi lebih dari sekadar destinasi wisata religi, tetapi juga pusat kegiatan keislaman yang hidup setiap hari.
“Harapan kita, di bawah kepemimpinan beliau, Masjid Raya akan semakin ramai dengan jamaah shalat, kegiatan zikir, peringatan hari-hari besar Islam, dan pengajian rutin. Kegiatan-kegiatan itu akan menghidupkan fungsi masjid sebagai pusat peradaban umat,” ucapnya.
Zulkhairi mengingatkan, sejak masa Rasulullah SAW, masjid adalah pusat kehidupan umat Islam. “Di Madinah, masjid menjadi tempat ibadah, pusat pendidikan, majelis musyawarah, bahkan tempat mengatur strategi umat. Tradisi ini terus berlanjut hingga era Turki Utsmani, ketika masjid menjadi pilar kejayaan Islam. Masjid Raya Baiturrahman bisa mengambil peran itu di Aceh, bahkan di Asia Tenggara,” ujarnya.
"Kita punya sejarah, kita punya tradisi, kita punya ulama, dan kita punya masjid yang menjadi simbol kekuatan umat. Ini semua modal besar. Tinggal bagaimana kita mengelolanya dengan visi peradaban,” katanya.
Ia berharap ini akan menjadi awal dari babak baru peran Masjid Raya Baiturrahman sebagai pusat peradaban Islam. “Insya Allah, dari sini akan lahir kebangkitan Islam yang kita impikan,” pungkasnya. [nh]