Penundaan Pemilu Akibat Kurang Anggaran Disebut Tak Masuk Akal
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
Foto: dialeksis
DIALEKSIS.COM | Aceh - Akademisi Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, Zainal Abidin SH MSi MH mengatakan, keinginan para elit politik untuk memperpanjang masa jabatannya atas dasar penundaan Pemilu terus digulirkan mencari legitimasi dan argumentasi pembenar.
Padahal, kata dia, konstitusi sangat eksplisit menyatakan bahwa Pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali.
"Dalam optik konstitusi, Pemilu itu merupakan agenda siklus lima tahunan. Karenanya untuk menerabas konstitusi, maka dimunculkan isu perubahan konstitusi," ujar Zainal kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Minggu (13/3/2022).
Adapun isu amandemen konstitusi, lanjutnya, tidak memperoleh respons positif dari rakyat sehingga minim legitimasi. Para elit politik kekuasaan tidak berhenti pada titik itu, lalu digelontorkan strategi bahwa negara berada dalam kondisi kesulitan anggaran, sehingga Pemilu ditunda dan masa jabatan presiden/wapres dan DPR diperpanjang.
"Argumen ini berbanding terbalik dengan proyeksi pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang anggarannya lebih besar tetapi tetap jalan," ucapnya.
Menurutnya, argumen yang disampaikan kalangan elit dengan dikatakan bahwa penundaan Pemilu perlu karena alasan anggaran tidaklah signifikan.
Dosen Hukum itu mengatakan, diperlukan kejujuran pemerintah tentang anggaran untuk diadaptasikan dengan kebutuhan anggaran Pemilu, sehingga dalam batas-batas tertentu penyelenggaraan Pemilu dapat disederhanakan sesuai dengan kemampuan anggaran.
"Mari kita menghargai konstitusi, demokrasi dan mendapatkan legitimasi dalam kehidupan bernegara dan kepada elit politik sudah cukup dan berhenti berbuat gaduh mencari-cari alasan agar Pemilu dapat ditunda," pungkasnya.