Beranda / Berita / Aceh / Penolak Tambang Kembali Berdemo ke DPRK Aceh Tengah

Penolak Tambang Kembali Berdemo ke DPRK Aceh Tengah

Kamis, 05 Desember 2019 18:24 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Takengon - Kalangan mahasiswa, LSM, masyarakat, kembali melakukan aksi demo ke DPRK Aceh Tengah, mereka meminta agar pemerintah daerah menunjukan sikap tegas menolak tambang. Bukan mendiamkan, atau tidak bersikap. 

"Kami inginkan pemerintah daerah punya sikap yang tegas. Sudah lima kali dilakukan aksi demo menolak tambang, namun sikap pemerintah masih belum tegas dan jelas," sebut Suyanto, ketua HMI Aceh Tengah yang menjadi koordinator aksi demo, Kamis (5/12/2019) di gedung DPRK Aceh Tengah.

Dialeksis.com yang mengikuti perkembangan penolakan tambang ini, menyaksikan aksi para penolak tambang berlangsung tertib dan aman. Mereka diterima oleh wakil ketua DPRK Aceh Tengah, Edi Kurniawan.

Para pendemo meminta agar Bupati Aceh Tengah Shabela Abubakar dihadirkan ke dewan. Namun bupati sedang ke luar daerah, Kadis Lingkungan Hidup dan Kebersihan, Zikriadi mewakili Pemda bertemu para penolak tambang.

Terjadi perdebatan antara penolak tambang dengan Kadis Lingkungan hidup. Mereka yang menolak tambang mengkonflin pernyataan Zikriadi yang menyebutkan pihaknya tidak pernah mengeluarkan ijin tentang pertambangan ini.

Namun Suyanto koordinator demo menjelaskan, sebelumnya Plt Gubernur Aceh menyebutkan, persoalan ijin pertambangan itu urusan pemerintah kabupaten.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Aceh Tengah, Ir. Zikriadi mengatakan, Gubernur Aceh telah keliru menyebutkan soal izin lingkungan PT LMR. Pihaknya tidak pernah mengeluarkan ijin lingkungan kepada PT LMR.

"Saya pribadi bersama adik-adik menolak tambang, secara instansi kami tentu saja harus patuh terhadap aturan. Namun saya tegaskan, Dinas Lingkungan Hidup Aceh Tengah tidak pernah berurusan dengan satu surat pun terkait PT LMR," sebut Zikriadi.

Namun pernyataan Zikriadi tetap dibantah oleh para pendemo dengan menjelaskan pernyataan Plt Gubernur Aceh, ketika dilangsungkan demo penolakan tambang di Banda Aceh.

Dalam pertemuan yang dipimpin Edi Kurniawan itu tidak menghasilkan satu keputusan, atas tuntutan para penolak tambang. Para pendemo tidak mendapat jawaban atas permintaanya, agar pemerintah daerah bersikap tegas menolak kehadiran tambang.

Para penolak tambang ini meminta dokumen laporan eksplorasi per 3 bulan, 6 bulan dan per tahun, semenjak tahun 2006-2014. Namun permintaan pendemo ini belum mendapat jawaban pasti dari pimpinan dewan yang menerima para penolak tambang.

Karena tidak adanya kepastian dengan apa yang mereka tuntut, ahirnya para pendemo memilih membubarkan diri dan menjanjikan kembali akan melakukan aksi dengan membawa massa yang lebih banyak, demi menyelamatkan lingkungan, dengan menolak tambang.

"Kami akan melakukan upaya apapun untuk menolak kehadiran tambang di Bumi Gayo, kami ingin menyelamatkan generasi Gayo, lingkungan Gayo, dan marwah Gayo dengan kerajaan Lingenya,  dimana di area kerajaan ini akan dijadikan kawasan pertambangan," sebut Maharadi, LSM Jaringan Anti Korupsi Gayo (Jang-Ko).

Demo tolak tambang yang akan beroperasi di Linge, Aceh Tengah, ditantang oleh kalangan para aktivis, mahasiswa dan mereka pemerhati lingkungan. Aksi demo penolakan sudah berulang kali dilakukan. Pro dan kontra terjadi, soal kehadiran tambang di sana yang akan dikelola oleh PT LMR.

Kabag Ekonomi Pemda Aceh Tengah, Mawardi Munte, dalam pertemuan itu menjelaskan, tambang adalah anugerah Tuhan, jika perusahaan tambang tidak melanggar aturan, pihaknya  siap menerima kehadiran tangan dengan tangan terbuka. 

PT Linge Mineral Resource (LMR) merupakan perusahaan yang sahamnya sekitar 80 persen dikuasai oleh perusahaan asing asal Kanada. Perusahaan ini merupakan Penanaman Modal Asing (PMA), akan melakukan penambangan di sejumlah titik di Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah.

PT LMR pada awal April 2019 lalu, telah menerbitkan pengumuman rencana usaha dan kegiatan dalam rangka studi AMDAL dengan jenis usaha penambangan dan pengolahan bijih emas Dmp di area seluas 9.854 hektar.

Lokasinya di seputaran Abong, antara Desa Lumut, Linge, Owaq, dan di Kampung Penarun, Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah. (baga)


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda