Pengungsi Rohingya Ditolak, Elemen Sipil Pertanyakan Janji Kemanusian Pemerintah RI Soal Penanganan Pencari Suaka
Font: Ukuran: - +
Reporter : Zulkarnaini
Kapal pengangkut puluhan imigran Rohingya sempat berlabuh di Pantai Kuala Pawoen, Desa Pante Sukon, Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, Kamis (16/11/2023) (Sumber foto: Polda Aceh)
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Penolakan kedatangan pengungsi Rohingya di Bireuen dan Aceh Utara, elemen sipil di Indonesia menyoroti terhadap perilaku tersebut.
Mereka tidak hanya mengecam tindakan penolakan, tetapi juga mempertanyakan implementasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri yang berlaku saat ini.
Insiden penolakan yang terjadi di Kabupaten Bireuen dan Aceh Utara memicu kekhawatiran serius dari kalangan elemen sipil yang menilai bahwa tindakan tersebut tidak sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan.
“Perpres 125/2016 seharusnya menjadi panduan dalam menangani situasi pengungsi, namun penolakan ini menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana regulasi tersebut diimplementasikan dengan benar,” kata Koordinator Projek Jesuit Refugee Service (JRS) Indonesia Aceh, Hendra Saputra dalam keterangan tertulis yang diterima DIALEKSIS.COM, Sabtu (17/11/2023).
Menurut Hendra prinsip-prinsip hak asasi manusia harus tetap menjadi pijakan utama dalam setiap kebijakan terkait, perlu evaluasi mendalam terhadap prosedur-prosedur yang ada guna memastikan bahwa hak asasi manusia dan nilai-nilai kemanusiaan dihormati sepenuhnya.
Menurunya perlu menjelaskan alasan di balik penolakan kedatangan pengungsi Rohingya di Bireuen dan Aceh Utara, serta memastikan bahwa tindakan seperti ini tidak mengakibatkan dampak yang merugikan bagi para pengungsi yang mencari perlindungan.
Sebelumnya diberitakan warga Bireuen dan Aceh Utara menolak kedatangan para pengungsi etnis Rohingya yang merapat ke pantai di kawasan mereka.
Meskipun terdapat beberapa alasan yang dikemukakan terkait penolakan ini, warga setempat menunjukkan sikap kemanusiaan dengan tetap memberikan bantuan kepada para pengungsi.
Selain itu, warga ikut membantu memperbaiki kapal yang digunakan oleh pengungsi Rohingya, serta mengisi bahan bakar agar kapal tersebut dapat kembali berlayar.
Dalam pernyatakan bersama yang ditteken oleh KontraS Aceh, SUAKA, KontraS, RDI Urban Refugee Research Group, LBH Banda Aceh, AJAR, mendesak pemerintah mendukung penerapan dan pemenuhan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia terutama pada penghormatan Prinsip Non Refoulement dalam merespons pengungsi dengan menyelamatkan kapal pengungsi, tidak meminta pengungsi naik kembali ke kapal bahkan mendorong kembali kapal tersebut kembali ke laut karena akan mengingkari tanggung jawab dalam penghormatan prinsip non-refoulement dan respons kemanusiaan.
Mengimplementasikan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri untuk membawa pengungsi Rohingya ke penampungan. Ada beragam tanggung jawab termasuk Kepolisian dan Basarnas pada saat penemuan, Imigrasi dan Pemerintah Daerah utamanya di Aceh Utara. Hal ini juga termasuk Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan yang memiliki tanggung jawab koordinasi dan menjaga marwah Perpres.
- Kini Giliran Kantor Kejari Bireuen yang Didatangi Masyarakat Garot Pandrah
- Kapal Berisi Ratusan Rohingya Masih Terombang Ambing di Perairan Aceh Utara
- UNHCR Berikan Respons Terhadap Kedatangan Pengungsi Rohingya ke Aceh
- Panwaslih Bireuen Ingatkan ASN Tidak Berpolitik Praktis dan Bijak Gunakan Medsos di Tahun Politik