Penghancuran Rumoh Geudong Tempat Pelanggaran HAM, Psikolog Jelaskan Dampak Bagi Korban
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Presiden Jokowi akan hadir ke bumi Aceh. Kedatangannya ke negeri Iskandar Muda ini mengusung isu penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu secara non yudisial.
Namun, salah satu bukti sejarah Rumoh Geudong, situs pelanggaran HAM berat di Kabupaten Pidie, justru dihancurkan. Presiden Jokowi akan mengadakan pertemuan di lokasi situs pelanggaran HAM yang sudah dihancurkan ini.
Sontak para pemerhati sejarah, aktivis HAM, tokoh peduli Aceh memberikan pernyataan, kritikan pedas terhadap hancurnya Rumoh Geudong mengalir deras.
Menanggapi hal itu, Psikolog senior Aceh, Dra Psi Nur Janah Alsharafi menjelaskan secara psikologis korban maupun keluarga korban terhadap penghancuran bukti sejarah Rumoh Geudong, tempat terjadinya tragedi pembunuhan dan penyiksaan rakyat Aceh.
"Pengalaman hidup yang berkesan dan mempunyai komponen emosi tinggi terekam sangat kuat di pikiran bawah sadar. Kemampuan pikiran bawah sadar menyerap informasi ini seperti spons menyerap air," jelasnya kepada Dialeksis.com, Senin (26/6/2023).
Sebagai contoh, sebutnya, pengalaman traumatis juga akan mempengaruhi sikap dan perilaku di masa depan, jika tidak diikuti dengan pengalaman hidup yang positif dan diberikan terapi yang optimal setelahnya.
Menurutnya, bukti sejarah yang terkait dengan kekerasan di masa lalu memiliki peran untuk mengkontekstualisasikan kembali, mereinterpretasi, pembelajaran dan pemaknaan.
"Memori kolektif tentang kekerasan masa lalu memiliki kontribusi terhadap pembentukan identitas diri secara kolektif. Bahkan bukti sejarah merupakan warisan yang mesti dilestarikan untuk generasi mendatang, dengan tujuan mendidik dan memotivasi untuk lebih baik di masa kini dan masa yang akan datang," jelasnya lagi.
Di samping itu, kata dia, bukti sejarah juga dapat digunakan untuk mendidik kembali publik tentang catatan sejarah dan menetapkan arah untuk nilai-nilai masa depan.
"Rumoh Geudong sebagai bukti sejarah membantu kita memahami peristiwa masa lalu sebagai modal untuk menciptakan memori kolektif yang lebih baik dan bertanggung jawab," terangnya.
Sebutnya, seperti pidato Mitch Landrieu menandai pemindahan patung Konfederasi dari New Orleans pada April 2017, peristiwa ini melibatkan (1) pengakuan langsung, permintaan maaf atas kesalahan; (2) penjelasan sejarah dan signifikansinya yang non-dendam dan dapat diakses; dan (3) penegasan kembali nilai-nilai inti publik tentang kesetaraan, rasa hormat universal, kegembiraan, dan kebersamaan.
"Dampaknya dapat mendukung penyembuhan, memberikan rasa resolusi psikologis melalui pengakuan, dan menegaskan kembali martabat dan perlindungan moral seluruh komunitas," pungkasnya. [nor]