Beranda / Berita / Aceh / Pengembang Properti Aceh Berharap Bank Konvensional Kembali Beroperasi

Pengembang Properti Aceh Berharap Bank Konvensional Kembali Beroperasi

Senin, 22 Juli 2024 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

GRAND ACEH property. Foto: net


DIALEKSIS.COM | Aceh - Pelaku usaha properti di Provinsi Aceh berharap perbankan konvensional dapat kembali beroperasi di wilayah tersebut. Perbankan syariah dinilai belum optimal dalam mendukung pembiayaan bisnis pembangunan perumahan bersubsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Serambi Mekkah.

Ketua Dewan Pengurus Daerah Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPD REI) Aceh, Zulkifli HM Juned, menyatakan dalam keterangan tertulisnya pada Senin (22/7/2024), "Nasib pengembang di Aceh tidak seberuntung pelaku usaha di daerah lain karena terbatasnya dukungan pembiayaan dari bank pelaksana. Saat ini, hanya bank syariah yang melayani skema pembiayaan untuk pengembangan rumah bersubsidi di Aceh."

Zulkifli menilai berkurangnya keberadaan bank konvensional di Aceh telah menghambat pembiayaan pengembangan hunian subsidi. "Tidak hanya itu, masyarakat Aceh juga mengalami kesulitan dalam mengajukan kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi," tambahnya.

Ia meminta pihak eksekutif dan legislatif Aceh untuk mengevaluasi aturan agar bank konvensional dapat beroperasi kembali di Aceh. Selain itu, Zulkifli berharap bank syariah yang saat ini beroperasi di Aceh dapat mengoptimalkan pelayanannya, "Terutama dalam hal kualitas dan kuantitas pembiayaan bagi pelaku usaha properti serta dukungan penyaluran KPR khusus MBR," ujarnya.

Meskipun pembiayaan perumahan di Aceh saat ini terbatas, Zulkifli telah menyiapkan strategi untuk mengatasinya. Pengembang anggota REI Aceh mulai mengalihkan pengajuan pembiayaan kredit modal kerja ke bank konvensional di Provinsi Sumatera Utara.

"Saat ini dari 150 perusahaan anggota REI Aceh, puluhan developer telah mengurus pembiayaan kredit modal kerja dari bank konvensional yang beroperasi di Medan. Hal ini terjadi karena perbankan syariah di Aceh belum mampu melayani pendanaan kredit usaha yang diajukan developer," jelasnya.

Beberapa pengembang rumah bersubsidi yang membangun di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar telah mengajukan permohonan kredit modal kerja ke bank konvensional di Provinsi Sumatera Utara. Sebelumnya, mereka telah mengajukan permohonan serupa ke tiga bank syariah di Aceh, namun tidak ada yang dapat meloloskan pengajuan dukungan pembiayaan karena terkendala regulasi dan limitasi.

"Saat ini ada tiga bank syariah yang melayani kredit untuk properti, yakni Bank BTN Syariah, Bank Syariah Indonesia (BSI), dan Bank Aceh Syariah. Namun, tidak ada satu pun kredit yang disetujui di ketiga bank syariah tersebut jika dirasa belum memiliki performa yang baik. Bank syariah di Aceh sangat selektif dalam memilih calon debitur sehingga tidak banyak pelaku usaha yang mendapat dukungan pembiayaan kredit," tambahnya.

Sementara itu, pengamat ekonomi Aceh Rustam Effendi menjelaskan bahwa bank konvensional memilih hengkang dari Aceh seiring terbitnya Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Qanun LKS lahir dari penjabaran Pasal 21 ayat 1 Qanun Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pokok-pokok Syariah Islam yang menyatakan bahwa lembaga keuangan yang akan beroperasi di Aceh harus berdasarkan prinsip syariah.

"Namun, Pasal 21 ayat 2 Qanun 8/2014 menyebutkan bahwa lembaga keuangan konvensional yang sudah beroperasi di Aceh harus membuka Unit Usaha Syariah (UUS). Artinya, penerapan Qanun 11/2018 tidak serta-merta mengusir bank konvensional dari Aceh," jelas Rustam.

Rustam mengungkapkan, akibat hengkangnya bank konvensional, jumlah kantor cabang perbankan yang beroperasi di Aceh berkurang drastis dari 76 menjadi 52 cabang.

"Kepergian bank konvensional menyebabkan tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) dan meningkatnya pengangguran terbuka di Aceh, sehingga menimbulkan efek domino yang sangat besar. Hal ini harus menjadi pertimbangan Pemerintah Aceh agar tidak menimbulkan kegaduhan ekonomi yang lebih mendalam," tutur dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala tersebut. [detik]

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda