Pengamat: Pergantian Ketua DPRA Terkesan Syarat Muatan Kepentingan
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Pengamat Politik dan Keamanan Aryos Nivada
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dewan Pimpinan Pusat Partai Aceh (DPP PA) menunjuk Zulfadhli, A.Md sebagai Ketua DPRA sisa masa jabatan 2019-2024 menggantikan Saiful Bahri alias Pon Yaya.
Surat usulan pergantian dengan nomor 082/DPP/A/PA/IX/2023 itu diantar oleh Faisal Saifuddin, Wakil Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan DPP PA ke DPRA, Senin (25/9/2023).
Menurut Pengamat Politik dan Keamanan Aryos Nivada mengatakan, pergantian jabatan Ketua DPRA terkesan di mata publik tidak melalui mekanisme internal yang transparan dan akuntabilitas.
“Pergantian itu juga memiliki nuansa kepentingan internal, bahkan tidak demokratis walaupun itu memang otoritas penuh ketua umum partai,” ujarnya kepada Dialeksis.com, Selasa (26/9/2023).
Selain itu, menurutnya, dengan pergantian Ketua DPRA ini juga menunjukkan bahwa proses keterbukaan dalam menjaring sosok pengganti oleh Ketua Partai Aceh belum transparan sebagaimana mestinya sebuah partai politik yang menjadi alat demokrasi.
Seharusnya, kata Aryos dosen FISIP Universitas Syiah Kuala, Mualem mampu memberikan sikap bijaksana dengan cara memanggil dan mendengarkan keluhan dari internal partai. Termasuk memanggil yang bersangkutan guna melihat responnya.
Masih menurut Aryos, jika melihat beberapa waktu ke belakang, hampir setiap periode kepemimpinan Ketua DPRA dari Partai Aceh tidak dapat menyelesaikan masa jabatannya hingga akhir.
"Lihat saja yang terjadi pada kepemimpinan Muharuddin yang diganti dengan Sulaiman, 1 tahun menjelang berakhir masa jabatan dan memasuki pemilu, "jelas Pendiri Jaringan Survei Inisiatif.
Disisi lain Aryos menyampaikan, Partai Aceh juga perlu memperhatikan respon cepat yang diambil oleh partai nasional menyikapi pergantian Pon Yahya ini. Karena proses administrasi dan birokrasi (hingga penerbitan Surat Keputusan Mendagri untuk Ketua DPRA yang baru), berpotensi agenda utama pembahasan APBA 2024 akan dikuasai oleh partai nasional. Hal ini dapat mengurangi kesempatan konsitituen Partai Aceh untuk mendapatkan keadilan dan akses anggaran pembangunan Aceh tahun depan.
Aryos mengingatkan jangan sampai Partai Aceh terjebak dalam permainan politik panas di DPRA, sehingga terkesan di kendalikan dimata publik.
"Ini sangat merugikan Partai Aceh sebagai partai besar di parlemen Aceh terkesan terpolarisasi permainan manuver parnas," pungkasnya.