kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Penerapan Qanun LKS, Begini Tanggapan Ketua Kadin Aceh

Penerapan Qanun LKS, Begini Tanggapan Ketua Kadin Aceh

Rabu, 30 Desember 2020 19:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Alfi Nora
Ketua Kadin Aceh, Makmur Budiman. [

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Aceh, Makmur Budiman, mendukung keberadaan Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah. Tetapi, menurutnya, keberadaan bank kovensional tidak serta merta dihapuskan di Aceh.

"Dengan berbagai kelemahannya, bank syariah belum bisa menjawab tantangan usaha yang dilakukan oleh pebisnis besar," ujar Makmur kepada Dialeksis.com, Rabu (30/12/2020).

Saat ini, lanjutnya, para pebisnis besar di Aceh sangat keteteran mengurus usahanya, karena peralihan konvensional ke syariah yang tidak dipersiapkan dengan matang.

Ia mencontohkan, salah satu kantor bank yang sudah beralih ke syariah di jalan Daoed Bereueh, Banda Aceh, nasabah harus mengantri sampai dua jam. Bank yang awalnya lima lantai kini hanya tiga muka ruko. Ini belum persoalan lain. Dari sisi efisiensi waktu saja, mereka tidak mampu memberikan pelayanan kepada nasabah.

"Kemudian proses transfer dalam jumlah besar untuk kebutuhan cepat antar provinsi, Kami harus mengalami proses kliring. Belum lagi proses RDGS yang tidak praktis. Ini harus menjadi perhatian semua pihak yang membuat aturan dan menjalankannya," keluhnya.

Dalam kesempatan itu, ia menyebutkan perbankan syariah saat ini hanya memberikan kredit Rp 5 miliar. Untuk bisnis yang seperti dia lakukan, angka itu sangat kecil. Tidak cukup, ini hambatan bagi pengusaha besar dan harus ada jalan keluar.

Selanjutnya, Ketua Kadin Aceh itu juga meminta kepada Pemerintah Daerah (Pemda) dan DPRA untuk membantu dana khusus dalam rangka menggerakkan UMKM secara masif di Aceh.

"Karena perlu adanya revolusi untuk meningkatkan daya saing dan multiplier di Aceh," ujar Makmur Budiman.

"Dengan dana Otsus sebesar Rp 17 triliun yang diterima oleh Aceh, mungkin yang gunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan di Aceh hanya Rp 6 triliun, seperti untuk membayar gaji pegawai dan lainnya, selama tidak adanya investasi di Aceh, kemiskinan akan berlanjut karena multiplier terjadi di luar Aceh," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda