Rabu, 23 Juli 2025
Beranda / Berita / Aceh / Pemuda Aceh Utara Jelajahi Indonesia Dengan Vespa Demi Belajar Toleransi

Pemuda Aceh Utara Jelajahi Indonesia Dengan Vespa Demi Belajar Toleransi

Senin, 21 Juli 2025 18:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Aulia Maulana, pemuda asal Meunasah Meucat, Kecamatan Nisam, Aceh Utara. Dokumen untuk dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketika dunia diguncang pandemi Covid-19 dan semua orang memilih untuk bertahan di rumah, Aulia Maulana, pemuda asal Meunasah Meucat, Kecamatan Nisam, Aceh Utara justru mengambil keputusan yang sangat berbeda. 

Tepat pada 26 Mei 2021, ia meninggalkan kampung halamannya dengan satu tujuan besar untuk menjelajahi Indonesia untuk belajar tentang toleransi, keragaman budaya, dan semangat kebersamaan di tengah perbedaan.

Laki-laki yang akrab disapa Si Oll ini bukan sekadar berpetualang biasa. Dengan mengendarai vespa tua kesayangannya, yang ia sebut dimakyet, perjalanan lintas provinsi itu dimulai dari Aceh menuju Sumatera Utara.

“Saya ingat betul, saat pertama kali keluar dari Aceh ke Medan, sambutan dari komunitas vespa di sana sangat hangat. Meski kami berbeda bahasa, suku, dan budaya, tapi mereka menerima saya dengan begitu baik. Itu awal dari pembelajaran saya tentang arti keberagaman,” kata Oll saat diwawancarai media dialeksis.com, Senin, 21 Juli 2025.

Oll saat ini tengah menempuh pendidikan tinggi di Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh, jurusan Seni Karawitan. 

Tapi dunia kampus bukan satu-satunya tempat dia belajar. Jalanan panjang dari barat ke timur Indonesia menjadi ruang kuliahnya yang luas. 

Ia menyebut setiap daerah yang dikunjunginya memberikan pelajaran yang tak ternilai tentang budaya, adat istiadat, bahasa, bahkan sejarah mistis.

Dari Sumatera, Oll terus bergerak. Ia menjelajahi puluhan provinsi menginap di rumah-rumah warga, bergabung dengan komunitas lokal, hingga terlibat dalam perayaan budaya dan keagamaan yang berbeda dengan yang dianutnya sebagai seorang Muslim Aceh.

Namun, menurutnya, pelajaran paling mendalam ia temukan di kawasan timur Indonesia tepatnya di Nusa Tenggara Timur (NTT). Di sinilah ia mengenal makna toleransi yang sesungguhnya.

“NTT itu seperti laboratorium toleransi. Mereka punya semboyan ‘Ale Rasa Beta Rasa’ yang artinya rasa kamu adalah rasa saya. Saya merasa diterima sepenuh hati, walau berbeda agama dan keyakinan. Bahkan saya sempat menjalani bulan puasa di Alor, Atambua, Soe, dan Kupang, hingga merayakan lebaran di sana tahun 2024,” ujarnya. 

Ia mengenang bagaimana masyarakat di sana membantunya mencari makanan saat waktu berbuka, bahkan menemani sahur, walaupun mereka sendiri tidak sedang berpuasa.

“Itu bukan sekadar toleransi, tapi cinta sesama manusia,” tambahnya.

Sebagai pemuda Aceh yang lahir dan besar dalam lingkungan yang menjunjung tinggi syariat Islam, Oll justru tidak merasa identitasnya terganggu oleh keberagaman. 

Sebaliknya, perjalanan ini memperkaya pemahamannya tentang bagaimana ajaran Islam justru mengajarkan rahmat bagi seluruh alam.

“Saya justru semakin memahami bahwa Islam itu penuh kasih. Kalau kita bisa berinteraksi dengan baik dengan saudara kita yang berbeda, maka di situlah nilai Islam yang sebenarnya hidup,” ungkapnya.

Oll berharap pengalamannya ini dapat menginspirasi anak-anak muda Aceh untuk tidak takut mengenal perbedaan. 

Ia percaya bahwa dengan saling mengenal dan memahami, rasa curiga akan berubah menjadi cinta, dan prasangka akan digantikan dengan persaudaraan.

Perjalanan itu bukan tanpa tantangan. Vespa-nya beberapa kali mogok di jalan, bahkan sempat membuatnya terdampar berhari-hari di hutan daerah Sulawesi. Namun setiap tantangan, kata Oll, justru menjadi bagian dari pembelajaran.

“Saya tidak hanya belajar soal toleransi, tapi juga belajar sabar, ikhlas, dan tetap percaya pada niat baik. Karena selama saya di jalan, selalu saja ada orang baik yang membantu,” ujarnya.

Kini, setelah kembali kuliah, Oll berencana untuk menuliskan kisah perjalanannya dalam sebuah buku. Ia ingin cerita ini bisa menjadi pengingat bahwa Indonesia, dengan segala keberagamannya, menyimpan energi besar untuk menjadi bangsa yang kuat dan penuh kasih.

“Toleransi itu bagaimana kita tetap bisa hidup bersama dalam damai. Saya ingin berbagi itu, bukan hanya untuk Aceh, tapi untuk Indonesia,” pungkas Si Oll.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI