kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Pemkot Sabang Gelar Workshop Membahas Skema Penandaan Anggaran Biru

Pemkot Sabang Gelar Workshop Membahas Skema Penandaan Anggaran Biru

Jum`at, 20 November 2020 18:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Pemerintah Kota Sabang bersama Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan dan mitra-mitranya Wildlife Conservation Society Indonesia Program (WCS-IP) serta Gerak Aceh menyelenggarakan Workshop Penguatan Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran Ekonomi Kelautan dan Perikanan Melalui Skema Penandaan Anggaran Biru (Blue Budget Tagging) Kota Sabang, Kamis (19/11/2020). [Foto: WCS Indonesia/ Marzuki]


DIALEKSIS.COM | Sabang - Pemerintah Kota Sabang bersama Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan dan mitra-mitranya Wildlife Conservation Society Indonesia Program (WCS-IP) serta Gerak Aceh menyelenggarakan Workshop Penguatan Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran Ekonomi Kelautan dan Perikanan Melalui Skema Penandaan Anggaran Biru (Blue Budget Tagging) Kota Sabang, Kamis(19/11/2020).

“Workshop ini bertujuan meningkatkan pemahaman parapihak mengenai sistem perencanaan dan penganggaran ekonomi kelautan dan perikanan melalui mekanisme penandaan anggaran biru (blue budget tagging) serta mendiskusikan kebutuhan tindak lanjut penguatan kapasitas Pemerintah Kota Sabang untuk penganggaran ekonomi kelautan dan perikanan serta pariwisata berkelanjutan,” ujar Faisal Azwar, Kepala Bappeda Kota Sabang.

Blue Budget Tagging adalah suatu cara untuk melakukan pendanaan mata anggaran dan merupakan kebijakan terobosan pemerintah dalam rangka memobilisasi pendanaan dan meningkatkan kepedulian serta kesadaran parapihak terhadap dampak perubahan iklim di Indonesia, berikut dampaknya terhadap sektor ekonomi kelautan, perikanan, dan pariwisata berkelanjutan.

Direktur GERAK Aceh, Askalani, menyebut bahwa Pemerintah Kota Sabang telah memulai inovasi perencanaan penganggaran untuk menjawab isu stunting dan gizi buruk di tahun lalu, dan berani mengambil tindakan signifikan untuk mengatasi tantangan perubahan iklim dan bertransisi ke arah pembangunan yang berkelanjutan. 

“Ke depan, penting untuk memastikan bahwa sistem perencanaan pembangunan dan penggunaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi digunakan dengan cara yang paling efektif dan efisien,” jelasnya.

Kementerian Keuangan Indonesia melalui Badan Kebijakan Fiskal Keuangan (BKF) telah mengembangkan konsep penandaan anggaran (Budget Tagging), dalam kaitannya dengan perencanaan dan penganggaran program-program pemerintah daerah terkait isu lingkungan dan perubahan iklim. 

Kota Sabang sebagai Kota Pulau memiliki ketergantungan terhadap sektor kelautan dan pariwisata bahari, yang kesemuanya rentan terhadap isu kerusakan lingkungan dan perubahan iklim.

Dr. Joko Tri Haryanto dari Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan menjelaskan, terdapat banyak peluang untuk penganggaran kelautan dan perikanan. Namun, semua itu butuh upaya serius dan perubahan paradigma pemerintah yang salama ini hanya menganut paradigma cost center. 

“Penganggaran untuk sektor kelautan ini seharusnya tidak hanya bergantung pada pemerintah pusat, tapi pemerintah kabupaten/kota bisa mengembangkan sumber-sumber pendanaan lainnya, seperti pendanaan regional, CSR dan sebagainya,” ungkap Joko Tri Haryanto.

Sementara itu Perencana Ahli Utama Bappenas, Dr. Ir. Suprayoga Hadi, menegaskan bahwa sektor pesisir dan perikanan merupakan peluang strategis bagi pemerintah dan khususnya Pemerintah Kota Sabang dalam konteks pembangunan. Apalagi dengan posisi Kota Sabang sebagai Kawasan Strategis Nasional.

Karena itu, lanjutnya, sangat naif bila kemudian peluang ini terabaikan. Peluang pendanaan ini bisa dilakukan melalui pendekatan green dan blue budget tagging, dengan memanfaatkan sumber-sumber pendanaan regional.

Sebagai salah satu negara yang meratifikasi Convention on Biological Diversity (CBD), Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk memenuhi strategi pengurangan laju hilangnya keanekaragaman hayati (Aichi Target) melalui alokasi 10 persen kawasan perairannya sebagai kawasan konservasi.

Salah satu komponen pendukung utama untuk pencapaian target ini adalah mekanisme pendanaan yang memadai untuk pengembangan dan pengelolaan kawasan konservasi, hutan lindung, dan daerah resapan air. 

Selain pengembangan kawasan konservasi perairan, isu perikanan berkelanjutan dan pariwisata yang bertanggungjawab serta kerentanan terhadap bencana alam dan perubahan iklim menjadi isu penting dalam pengembangan sektor kelautan dan perikanan di indonesia, terutama untuk kawasan kabupaten/kota kepulauan.

Pemerintah Indonesia juga telah mengambil tindakan lebih lanjut agar pendanaan iklim lebih tepat sasaran dan mendukung tujuan pengurangan emisi gas rumah kaca. Indonesia sebelumnya telah menetapkan target untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 26% dengan proyeksi ‘bisnis seperti biasa’ pada tahun 2020.

Sebagai bagian dari komitmen pemerintah terhadap pembangunan berkelanjutan ini, pemerintah telah memprakarsai sejumlah mekanisme kebijakan fiskal untuk mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) seperti pengembangan Kerangka Kerja Mitigasi Fiskal Indonesia untuk mendukung Rencana Aksi Nasional (RAN) pengurangan emisi gas kaca (GRK), peta jalan (roadmap) keuangan berkelanjutan di Indonesia 2015 “ 2019, serta strategi perencanaan dan penganggaran hijau untuk pembangunan berkelanjutan 2015 “ 2020.

Menanggapi pembahasan dalam workshop, Ketua DPRK Sabang, M. Nasir, menyatakan bahwa Sabang butuh penanganan dan perencanaan pembangunan dengan menerapkan prinsip kehati-hatian. Ini mengingat Sabang sebagai pulau kecil dan salah satu destinasi wisata, sebagian wilayah pesisirnya merupakan wilayah/kawasan konservasi dan juga mesti mempertimbangkan kearifan lokal berupa hukum adat laut.

“Kami dari pihak legislatif kota Sabang sangat mendukung upaya-upaya untuk membangun sistem perencanaan penganggaran yang juga mempertimbangkan kelestarian lingkungan, dan tidak hanya memikirkan aspek ekonomi semata,” tegas M. Nasir. (rls)

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda