DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Presiden Gerakan Pemuda Subuh (GPS), Akmal Iman, meminta Pemerintah Kota Banda Aceh untuk melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke salon-salon kecantikan dan barbershop yang diduga mempekerjakan atau menjadi tempat berkumpulnya pekerja dengan perilaku menyimpang, terutama yang melibatkan laki-laki yang berpenampilan perempuan atau sebaliknya.
Menurut Akmal, selama ini penegakan syariat di Banda Aceh tampak berat sebelah, karena razia atau swiping justru lebih sering dilakukan ke hotel dan tempat penginapan, sementara sektor lain seperti salon dan tempat hiburan justru luput dari pengawasan.
“Kita lihat pemerintah dan aparat sering lakukan swiping ke hotel-hotel. Tapi jarang sekali kita lihat, misalnya dari Dinas Syariat Islam atau instansi terkait, melakukan sidak ke salon-salon. Padahal justru di situ banyak penyimpangan terjadi,” ujar Akmal Iman kepada media dialeksis.com di Banda Aceh, Minggu (20/10/2025).
Akmal menegaskan, pihaknya menerima banyak laporan dari masyarakat mengenai salon-salon kecantikan dan barbershop di beberapa titik di Banda Aceh yang diduga menjadi tempat bekerja atau tempat nongkrong bagi kelompok yang dikenal dengan istilah boti (banci laki-laki).
“Kita harap Pemkot Banda Aceh bersama Dinas Syariat Islam dan Satpol PP Wilayatul Hisbah bisa segera menindaklanjuti. Ini bukan soal kebencian, tapi soal menjaga norma sosial dan moral masyarakat Aceh,” tegasnya.
Ia menyebutkan bahwa di masa lalu sempat ada tindakan serupa, namun kini pengawasan seperti itu seolah hilang.
“Dulu pernah ada swiping ke beberapa salon di Batoh, tapi sekarang tidak pernah lagi. Ini saatnya ditertibkan kembali. Jangan hanya di hotel, tapi juga ke salon, barbershop, bahkan warung kopi yang dicurigai jadi tempat kumpul mereka,” katanya.
Akmal Iman menilai, Banda Aceh saat ini sedang menghadapi fenomena sosial baru yang perlu disikapi dengan bijak namun tegas. Selain salon, ia juga menyoroti beberapa warung kopi yang disebut menjadi titik berkumpul kelompok tersebut.
“Beberapa warung kopi itu sudah jadi markas mereka. Terbuka sekali di depan publik. Ini meresahkan masyarakat,” ujarnya.
“Pemerintah jangan hanya menunggu viral dulu baru bertindak. Kita harap ada langkah preventif dan edukatif, termasuk mungkin melibatkan psikolog,” tambahnya.
Ia juga mengingatkan agar penindakan dilakukan tanpa kekerasan dan tetap menghormati hak asasi manusia, namun tegas dalam menegakkan nilai-nilai syariat yang menjadi identitas Kota Banda Aceh.
Selain aktivitas di dunia nyata, Akmal juga menyoroti maraknya konten kreator di media sosial seperti TikTok dan Instagram yang menampilkan perilaku banci-bancian.
Ia menilai fenomena ini telah merusak citra masyarakat Aceh dan memberikan pengaruh buruk kepada generasi muda.
“Sekarang banyak laki-laki yang buat konten banci-bancian di TikTok, dan anehnya malah banyak yang menonton dan menganggapnya hiburan. Ini berbahaya,” ujarnya.
“Kami minta Pemkot Banda Aceh dan Dinas Kominfo membuat regulasi atau imbauan tegas agar konten semacam itu tidak dibiarkan beredar bebas, seolah-olah pemerintah memberi ruang pada perilaku menyimpang,” tambah Akmal.
Seruan GPS ini juga muncul di tengah lonjakan kasus HIV/AIDS di Banda Aceh, yang terus meningkat dalam empat tahun terakhir. Berdasarkan data Dinas Kesehatan hingga Agustus 2025, tercatat 837 kasus HIV/AIDS kumulatif di Banda Aceh, dengan 81 kasus baru dilaporkan sejak Januari hingga Agustus 2025. Dari angka tersebut, 89 persen penderita adalah laki-laki usia produktif (20-29 tahun).
Kondisi ini, menurut Akmal, menjadi peringatan keras bahwa perilaku menyimpang dan pergaulan bebas kini nyata membahayakan generasi muda Aceh.
“Data itu jelas menunjukkan ada yang salah di lapangan. Kita tidak bisa diam. Ini bukan lagi isu moral semata, tapi sudah jadi masalah kesehatan dan sosial yang serius,” ujarnya menegaskan.
Akmal Iman menyampaikan bahwa Gerakan Pemuda Subuh siap membantu pemerintah dalam bentuk edukasi, kampanye moral, dan pelaporan lapangan terhadap aktivitas yang dinilai berpotensi melanggar norma dan syariat Islam.
“Kami tidak ingin sekadar menyalahkan. GPS siap membantu pemerintah melakukan langkah-langkah pembinaan dan sosialisasi. Tapi kami ingin pemerintah juga tegas di lapangan, bukan diam,” katanya.
Menurut Akmal, Banda Aceh harus kembali menjadi contoh bagi daerah lain dalam penerapan Syariat Islam yang berkeadilan dan berwibawa, tanpa kompromi terhadap perilaku yang mengancam moral generasi muda.
“Kalau kita biarkan, lama-lama wajah Banda Aceh akan kehilangan marwahnya sebagai Serambi Mekkah,” pungkas Akmal Iman.