Pemkab Aceh Timur Bersama Yayasan HAkA dan Canopy Planet Kembangkan Ekowisata Berkelanjutan
Font: Ukuran: - +
Pemkab Aceh Timur bersama Yayasan HAkA dan Canopy Planet berkomitmen untuk melakukan pengembangan kawasan ekowisata yang berkelanjutan untuk masa depan. [Foto: Prokopim Atim]
DIALEKSIS.COM | Idi - Pemerintah Kabupaten Aceh Timur bersama Yayasan Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) dan Canopy Planet berkomitmen untuk melakukan pengembangan kawasan ekowisata yang berkelanjutan untuk masa depan.
Sekretaris Yayasan HAkA, Badrul Irfan mengatakan, pengembangan pariwisata yang bertanggungjawab atau ekowisata di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) merupakan kewajiban bersama, baik secara moril maupun komersil.
Sebagian wilayah Aceh Timur merupakan bagian dari KEL yang merupakan Kawasan Strategis Nasional (KSN) dengan fungsi daya dukung lingkungan hidup. KEL merupakan salah satu kawasan penting dunia yang menjadi habitat bagi empat mamalia besar, yaitu Gajah, Harimau, Badak dan Orangutan yang terancam punah sehingga dilindungi undang-undang.
Selain itu, KEL juga merupakan kawasan ekosistem penting yang sangat kaya dengan keanekaragaman hayati dan keunikan bentang alam, sekaligus sebagai penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) yang memiliki status sebagai Kawasan Warisan Hutan Tropis Sumatera atau Tropical Rainforest Heritage of Sumatera (TRHS) yang ditetapkan oleh UNESCO.
Karena perannya sebagai penyangga dari keanekaragaman hayati yang terdapat di TNGL, membuat peran KEL tidak hanya penting di tingkat regional, tetapi KEL juga penting di tingkat nasional, bahkan internasional.
Yayasan HAkA bersama Canopy Planet kini sedang menyusun Rencana Induk Ekowisata Kawasan Ekosistem Leuser (Leuser Ecosystem Ecotourism Master Plan). Sehingga ke depan, Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) khususnya yang masuk ke wilayah administratif Aceh Timur diharapkan tetap terjaga dan masyarakat di sekitar kawasan bisa sejahtera lewat ekowisata.
“Selain bermanfaat untuk kelestarian alam, pengembangan ekowisata juga dapat meningkatkan perekonomian, memberdayakan masyarakat lokal serta mampu meminimalisir bencana seperti banjir, kekeringan, tanah longsor dan sebagainya,” kata Badrul Irfan saat pertemuan dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Timur.
Pakar ekowisata organisasi nirlaba Canopy Planet, Jeffrey Michael Robbins atau akrab disapa Mike menambahkan, pengembangan ekowisata yang bertanggungjawab sama dengan menjaga lingkungan yang mampu memberikan keuntungan berkali-kali lipat. Sebaliknya, keuntungan yang diperoleh dengan merusak lingkungan hanya bisa dinikmati sekali saja.
Dia mencontohkan Kosta Rika yang dinobatkan sebagai Juara Bumi oleh PBB di tahun 2019 atas peran langsungnya dalam melindungi alam dan memerangi perubahan iklim. Negara yang berpenduduk lebih dari 5 juta jiwa ini populer karena menempatkan isu lingkungan di garis depan kebijakan politik dan ekonominya.
Pengelolaan ekowisata berkelanjutan telah menjadikan Kosta Rika negara yang paling banyak dikunjungi di Amerika Tengah, dengan pendapatan pariwisata meningkat tiga kali lipat hingga $3,3 miliar per tahun dalam dua dekade sebelum pandemi Covid-19.
Selain itu, pendanaan internasional untuk melestarikan hutan guna menangkap karbon dioksida atmosfer juga meningkat. Kosta Rika menjadi negara Amerika Latin pertama yang memperoleh manfaat dari Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan Bank Dunia, dengan menerima $16,4 juta pada tahun 2018 dan 2019.
“Ke depan, masyarakat akan menjadi pelaku utamanya, sehingga mereka akan menyadari betapa potensialnya ekowisata yang berkelanjutan untuk masa depan. Masyarakat tidak akan terpinggirkan seperti beberapa negara luar yang menerapkan sistem ekowisata massal yang keuntungannya justru mengalir ke luar (pengembang), bukan untuk masyarakat," terangnya.
Asisten bidang Perekonomian dan Pembangunan Aceh Timur, Dr. Darmawan Ali, ST, MSD, menyambut baik kedatangan dan rencana yang ditawarkan, karena hal tersebut sejalan dengan rencana Pemkab yang akan menciptakan Aceh Timur sebagai Kawasan Ekowisata Potensial.
"Kita sangat mendukung rencana kolaborasi ini karena searah dengan tujuan kita sejak dulu untuk mengembangkan ekowisata. Potensi yang kita miliki sangat besar, seperti di Simpang Jernih dan Serbajadi. Ada gajah jinak di CRU Bunin, wisata air Sungai Lokop yang bisa digunakan untuk rafting dan tubing, kawasan Sumatera Rhino Sanctuary (SRS) yang masih dalam tahap pembangunan, beberapa spot air terjun dan lain sebagainya,” kata Darmawan Ali.
Pemkab Aceh Timur saat ini, tambahnya, juga sedang menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM) dan revisi tata ruang. Kemudian juga Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) sehingga akan mudah dilakukan sinkronisasi dengan rencana pengembangan ekowisata.
Sedangkan Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Aceh Timur, Syahril, S.STP, M.AP mengakui, penyusunan pengembangan ekowisata sudah disusun sejak tahun 2015. Targetnya, di tahun 2025 akan ditetapkan Peraturan Daerah (Perda) atau Qanun.
"Salah satunya Lokop, yang menjadi bagian rencana kita untuk pengembangan ekowisata yang sudah kita mulai sejak tahun 2015. Kita menargetkan tahun 2025 akan menjadi Perda. Baik dari ekowisata di pesisir, Kawasan Ekosistem Leuser, dan kawasan lain yang memikat daya tarik wisatawan luar," sebutnya.
Dalam mendukung Qanun yang bermanfaat bagi masyarakat setempat, Pemerintah telah beberapa kali membuat pelatihan tentang pengembangan ekowisata, seperti mendatangkan pemateri dari Desa yang sudah sukses mengembangkan Ekowisata di wilayahnya.
"Kita terus berupaya agar pengembangan ekowisata ini sinkron dengan dukungan masyarakat terkait pengembangan wisata-wisata yang memiliki value tinggi. Kami menyambut baik rencana yang luar biasa ini dan kami juga siap mewujudkan komitmen yang menjadi poin pembahasan dalam pertemuan ini," pungkas Syahril. [*]