kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Pemilihan Rektor UIN Ar-Raniry: Tantangan Universitas dan Kebebasan Akademik

Pemilihan Rektor UIN Ar-Raniry: Tantangan Universitas dan Kebebasan Akademik

Rabu, 27 April 2022 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Direktur The Aceh Institute, Muazzinah Yacob. [Foto: For Dialeksis]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Regulasi pemilihan rektor naungan Kementerian Agama menggunakan pedoman Peraturan Menteri Agama (PMA) Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor dan Ketua Pada Perguruan Tinggi Keagamaan yang Diselenggarakan oleh Pemerintah. Pengangkatan Rektor/Ketua dilakukan melalui beberapa tahapan.

Hal ini disampaikan oleh Direktur The Direktur Aceh Institute, Muazzinah Yacob Tahap pertama, penjaringan bakal calon Rektor/Ketua dilakukan oleh Panitia yang dibentuk oleh Rektor/Ketua dan bertugas untuk menjaring bakal calon Rektor/Ketua yang memenuhi syarat serta bersifat terbuka bagi yang memenuhi persyaratan, penjaringan bakal calon Rektor/Ketua dilakukan 4 (empat) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Rektor/Ketua; dan hasil penjaringan calon Rektor/Ketua yang dilakukan oleh Panitia disampaikan kepada Senat untuk mendapatkan pertimbangan.

Kemudian, Dia mengatakan, Kedua, Pada tahap pemberian pertimbangan calon Rektor/Ketua yaitu dilakukan melalui rapat Senat yang diselenggarakan secara tertutup untuk memberi pertimbangan secara kualitatif terhadap calon Rektor/Ketua yang memenuhi syarat meliputi aspek moralitas, kepemimpinan,manajerial, kompetensi akademik, dan jaringan kerja sama. Adapun hasil pemberian pertimbangan calon Rektor/Ketua disampaikan kepada Menteri.
 

Ketiga, Tahap penyeleksian, Menteri membentuk Komisi Seleksi untuk melakukan penyeleksian calon Rektor/Ketua yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri. Hasil seleksi Calon Rektor/Ketua diserahkan kepada Menteri paling banyak 3 (tiga) orang. Terakhir, Penetapan dan Pengangkatan Rektor/Ketua dilakukan oleh Menteri dengan Masa jabatan Rektor/Ketua 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali dengan ketentuan tidak boleh lebih dari 2 (dua) kali masa jabatan berturut-turut.

Menurutnya, Saat ini universitas “Jantông Haté Ureung Aceh” yaitu UIN Ar-Raniry sedang melakukan proses pemilihan calon rektor periode 2022-2026 maka semua tahapan tersebut juga dilakukan pada proses pemilihan calon rektor UIN Ar-Raniry. 

Tantangan Universitas

Menurut UU Sistem Pendidikan Nasional (2009), Rektor adalah pimpinan tertinggi pada perguruan tinggi yang berkewajiban memajukan ilmu pengetahuan di masing-masing institusi melalui pendidikan dan penelitian, serta memberikan kontribusi maksimal kepada khalayak luas.

Dirinya mengatakan, Rektor sebagai pucuk pimpinan di universitas harus menjalankan tugas dan kewajiban untuk membawa dan mengarahkan universitas agar dapat mencapai visi dan misinya. Oleh karena itu seorang rektor membutuhkan kompetensi tertentu yang sesuai dan dapat digunakan untuk mencapai kinerja yang diinginkan.

“Adapun visi UIN Ar-Raniry adalah menjadi universitas yang unggul dalam pengembangan dan pengintegrasian ilmu keislaman, sains, teknologi dan seni. Misi yaitu melahirkan sarjana yang memiliki kemampuan akademik, profesi dan atau vokasi yang kompetitif; berorientasi pada masa depan dan berakhlak mulia; mengembangkan tradisi riset yang multidisipliner dan integrative bernbasis syariat Islam; mengimplementasikan ilmu untuk membangun masyarakat madani, yang beriman, berilmu dan beramal,” sebutnya.

Berangkat dari visi misi yang sangat mulia tersebut maka tantangan universitas melalui “tangan rektor” berikutnya yaitu pertama, harus mampu bersinergi dengan berbagai stakeholder yang merupakan support system dalam pengembangan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian untuk mendukung pencapaian lembaga karena rektor bukan saja milik UIN Ar-Raniry, akan tetapi juga milik ummat/publik khususnya masyarakat Aceh. Kedua, rektor harus mampu mendorong pengabdian dan penelitian yang memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat sebagai solusi atas permasalahan yang terjadi.

Menurutnya lagi, kehadiran universitas bukan saja untuk pemenuhan beban kerja akademisi namun harus dirasakan manfaat kongkritnya oleh masyarakat Aceh. Ketiga, pada tahun 2023 mendatang rektor baru dihadapkan pada proses re-akreditasi universitas, maka rektor harus mampu membawa UIN Ar-Raniry menjadi Akreditasi Unggul sebagai pencapaian tertinggi bagi lembaga.

“Tentunya harus didukung oleh pengembangan mutu universitas, salah satunya melahirkan para lulusan sesuai misi UIN Ar-Raniry supaya yang mampu bersaing pada dunia kerja, apalagi saat ini kita ketahui angka pengangguran masyarakat Aceh cenderung tinggi yaitu pada tahun 2019 sebanyak 149 ribu orang dan meningkat pada tahun 2020 menjadi 167 ribu orang pengangguran,” ujarnya.
 

Kebebasan Akademik

Muazzinah mengatakan, Universitas juga menjadi garda terdepan dalam mencipatkan budaya kritis yang membangun untuk melihat segala kompleksitas dinamika sosial dan kinerja serta kebijakan pemerintah.

Menurut Mahfud (1997) kebebasan akademik juga harus dibuka selebar-lebarnya sebagai patronase kontrol sosial dalam menjalankan fungsi akademis-nya secara leluasa tanpa intervensi dari kekuatan luar. Perguruan tinggi harus menjamin kebesan akademik secara rasional dan proporsional. Jika jaminan akan kebebasan akademik itu tidak terjamin maka kritik sosial akan bermutu rendah.

Dengan kata lain, Muazzinah menyampaikan, universitas berperan juga mewujudkan ruang demokrasi yang berciri seperti kebebasan berpendapat, kritis dan adanya toleransi terhadap perbedaan yang bermuara pada mencari kebenaran. Sivitas akademika tentu juga harus melakukan kebebasan akademik secara obyektif, analitis dan konstruktif untuk menuju masyarakat ilmiah dengan pengembangan ilmunya.

Kebebasan akademik melalui kritik sosial menjadi hal yang penting untuk adanya input bagi pimpinan secara internal dan eksternal supaya dapat merancang opsi kebijakan yang paling efektif.

“Saat ini sangat diperlukan pimpinan atau rektor yang mampu mendengar kritik tanpa alergi yang berujung melaporkan pelaku kritik sosial dengan tuduhan pencemaran nama baik. UIN Ar-Raniry harus menjadi pelopor dalam kebebasan akademik dan perlu adanya Ombudsman universitas supaya adanya ruang melapor atas kinerja pimpinan, dosen dan tenaga kependidikan,” ungkapnya. 

Menurut Hematnya, rektor UIN Ar-Raniry kedepan harus menjadi lentera ditengah gelapnya kemajuan Aceh. []

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda