kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Pemerkosaan Santri di Aceh Akibat Budaya Patriarki yang Masih Kuat

Pemerkosaan Santri di Aceh Akibat Budaya Patriarki yang Masih Kuat

Selasa, 25 Januari 2022 10:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Agam K

Akademisi Universitas Malikussaleh, Teuku Kemal Fasya. [Foto: Istimewa]


DIALEKSIS.COM | Lhokseumawe - Praktik pemerkosaan terhadap beberapa santri di Aceh, diakibatkan karena budaya patriaki yang masih kuat dan menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama.

Akademisi Universitas Malikussaleh, Teuku Kemal Fasya mengatakan, di kalangan masyarakat yang patriarkinya masih kental, maka tubuh perempuan sering sekali dijadikan objek dan tidak setara dengan laki-laki.

“Sering sekali tubuh perempuan dijadikan objek, tidak dianggap relasi yang setara dengan tubuh laki-laki, sehingga boleh di eksploitasi, boleh diperkosa, maka itu yang harus diperbaiki. Harus ada kesadaran literasi bahwa, laki-laki dan perempuan itu setara tidak boleh ada perilaku merusak,” ujar Kemal Fasya kepada dialeksis.com, Selasa (25/1/2022).

Kemal menambahkan, hal lainnya juga harus punya kesadaran kalau pemerkosaan itu harusnya hukuman lebih berat, kalau dalam Islam mendapatkan hukuman di rajam, kalau kita anggap keras yang disebut dengan khalwat, untuk pelaku pemerkosaan harus lebih keras lagi hukumannya.

Hal tersebut merupakan sebagai salah satu cara untuk menyelamatkan korban yang telah dirusak masa depannya, korban pemerkosaan itu tentunya jiwanya sudah mati sejak pemerkosaan itu dilakukan.

“Itu yang menyebabkan terus menerus mendapatkan trauma seumur hidupnya, akibat pemerkosaan itu. Gagasan Fikih Feminis itu belum mainstream di tempat kita, kalau ditempat lain itu sudah mulai,” tutur Kemal. [Agam K]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda