Beranda / Berita / Aceh / Pemerintah Perlu Cermat dalam Mencari Lahan Layak bagi Eks Kombatan di Aceh Timur

Pemerintah Perlu Cermat dalam Mencari Lahan Layak bagi Eks Kombatan di Aceh Timur

Rabu, 07 Agustus 2024 19:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Lanskap Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) di Desa Bunin, Kecamatan Serba Jadi, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh. Naufal Habibi/dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Yayasan Konservasi Alam Timur Aceh (YAKATA) menegaskan pentingnya kehati-hatian pemerintah dalam memilih lahan yang layak huni bagi mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Ketua YAKATA, Zamzami Ali, mengingatkan agar tidak mengulangi kesalahan masa lalu di mana banyak lahan yang disediakan untuk mantan kombatan gagal dimanfaatkan dengan baik.

Rencana pemerintah Aceh dan Kementerian Agraria, Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk menyediakan lahan seluas 22.000 hektar di Aceh Timur mendapat sorotan dari berbagai pihak. Lahan tersebut terletak di Kecamatan Peunaron, Ranto Peureulak, Banda Alam, dan Pante Bidari. 

Zamzami mengingatkan bahwa kawasan ini merupakan habitat ratusan ekor gajah liar, yang telah menjadi sumber konflik berkepanjangan di daerah tersebut.

"Kita perlu memahami kebutuhan eks kombatan, tetapi menempatkan mereka di lahan yang tidak layak hanya akan memperburuk masalah. Konflik antara manusia dan satwa liar akan meningkat, dan lahan ini tidak cocok untuk dijadikan pemukiman," ujar Zamzami kepada Dialeksis.com, Rabu, 7 Agustus 2024.

Ia juga menyoroti kegagalan program sebelumnya seperti pembangunan Kota Terpadu Mandiri (KTM) Sumedang Jaya di Ranto Peureulak. 

Meskipun sudah dibangun 189 unit rumah di atas lahan seluas 500 hektar, kondisi saat ini sangat memprihatinkan karena akses yang rusak dan tingginya konflik dengan gajah, yang menyebabkan masyarakat meninggalkan lokasi tersebut.

YAKATA merekomendasikan pemerintah untuk mencari lokasi lain yang lebih sesuai dan layak huni, seperti lahan HGU (Hak Guna Usaha) yang telah berakhir izinnya atau HGU terlantar di Aceh Timur maupun di wilayah Aceh lainnya. 

"Banyak lahan yang masih bisa dimanfaatkan tanpa harus merusak hutan. Jika memang harus melepaskan kawasan hutan, pilihlah lokasi dengan risiko rendah," tambah Zamzami.

Selain itu, Zamzami juga mengingatkan pentingnya prosedur legalitas dan peruntukan yang tepat sasaran, termasuk memprioritaskan keluarga korban konflik atau anak yatim yang orangtuanya meninggal saat berjuang atau setelah konflik selesai.

Pemerintah diharapkan dapat menunjukkan niat baik dalam upaya membantu mantan kombatan untuk beralih ke kehidupan sipil dan meningkatkan kesejahteraan mereka, tanpa menempatkan mereka di lokasi yang berisiko tinggi. 

"Mencari lahan yang layak hidup bagi mantan kombatan adalah tanggung jawab pemerintah, dan kesalahan masa lalu harus menjadi pelajaran berharga," pungkas Zamzami Ali.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

kip
riset-JSI
Komentar Anda