kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Pemerintah Perangi Krisis Petani Muda di Aceh

Pemerintah Perangi Krisis Petani Muda di Aceh

Minggu, 13 Juni 2021 12:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Cut Huzaimah. (Foto: distanbun.acehprov.go.id)



DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Berdasarkan data penelitian, 33 juta jumlah petani di Indonesia pada tahun 2020 hanya sebesar 29 persen yang berumur kurang dari 40 tahun.

Kesimpulan ini kemudian menimbulkan ragam prediksi sehingga disinyalir akan terjadi krisis petani pada beberapa tahun ke depan.

Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh, Cut Huzaimah menjelaskan, faktor pengungkit produktivitas usaha tani ialah dengan menyematkan inovasi teknologi dalam sarana dan prasarana pertanian, serta peraturan perudang-undangan yang masing-masing memberi kontribusi sebesar 25 persen.

Akan tetapi, menurutnya yang paling menentukan kesejahteraan usaha tani adalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu mengimplementasikan inovasi dari sarana dan prasarana pertaniannya di lapangan secara baik dan benar.

Kemudian juga dengan mengusulkan kebijakan peraturan perundangan yang mendukung pertanian, sehingga memberikan kontribusi sebesar 50 persen.

Dari pemaparannya itu, Cut Huzaimah mencermati bahwa yang dibutuhkan saat ini ialah pendidikan vokasi yang memberikan out-put SDM pencipta pekerjaan (qualified job creator) dan SDM pencari kerja yang memiliki kualitas atau memenuhi syarat (qualified job seeker).

Ia menjelaskan, SDM pencipta kerja adalah petani mandiri yang bahkan mampu membuka peluang kerja buat rekan-rekannya. Petani ini, sebut Huzaimah, adalah petani yang paling diharapkan dari pendidikan vokasi.

Sedangkan petani pencari kerja berkualitas, kata Huzaimah, merupakan petani milenial yang terampil dan menguasai pekerjaannya sehingga bisa ditempatkan di seluruh sektor dunia usaha dan industri pertanian atau yang disebut juga dengan petani milenial. 

Dalam menilik kondisi dunia pertanian saat ini, Huzaimah berpendapat bahwa tuntutan pertanian ke depan adalah usaha tani modern yang bernuansa agribisnis dan agroindustri.

Tuntutan yang seperti ini, jelasnya, pada akhirnya akan menuntut lahirnya petani-petani milenial dan job creator di Aceh sehingga mampu mengimbangi kebutuhan modernisasi pertanian dengan full (penuh) inovasi teknologi dan informasi.

Ia berasumsi bahwa jenis usaha tani konvensional yang selama ini masih berlaku di Aceh dengan notabenenya dilakukan oleh petani yang berusia di atas 40 tahun, secara perlahan dan pasti sudah bisa ditinggalkan sehingga mampu mengimbangi dan menyelaraskan dengan tuntutan pasar. 

"Apabila ini bisa digeser dan diimplementasikan, Insyaa Allah nasib buruh tani kita ke depan akan lebih baik bahkan sangat sejahtera," ungkap Huzaimah kepada Dialeksis.com, Minggu (13/6/2021).

Dalam melawan krisis regenerasi petani muda di Aceh, Pemerintahan Aceh menyikapinya dengan mencetak kedua out-put SDM yang telah disebutkan tadi melalui pendidikan advokasi.

Huzaimah mengatakan, ada tiga Sekolah Menengah Kejuruan Pertanian Pembangunan (SMK-PP) yang ada di Saree, Bireun dan Kutacane pada saat ini sedang menggalakkan inovasi-inovasi teknologi dalam pembelajaran dengan sistem belajar 30 persen di kelas dan 70 persen magang lapangan. 

SMK PP ini, kata Huzaimah, sudah banyak bekerja sama dengan instansi terkait dan mendapat penghargaan secara nasional karena dedikasinya.

Selanjutnya, Pemerintah Aceh juga telah melaksanakan magang calon-calon petani milenial ke dalam dan luar negeri seperti Thailand yang sangat terkenal dengan agribisnis dan agroindustrinya. 

Pada tahun ini, ungkap dia, calon petani milenial juga akan dikerahkan untuk ikut magang kembali, namun masih terkendala dengan pandemi Covid 19. 

Harapannya, melalui magang tersebut diharapkan bisa membuka wawasan dan keterampilan calon petani milenial Aceh pada usaha pertanian serta mencetak job creator dan job seeker yang berkualified.

Di sisi lain, Pemerintah Aceh dalam memerangi krisis petani muda juga saat ini dalam proses pembentukan Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) yang berlokasi di Saree, Aceh Besar dan telah mendapat persetujuan dari Kementerian Pertanian (Kementan) untuk aplikasi tahun 2022. 

"Keberadaan Polbangtan ini diharapkan mampu mencetak generasi petani baru yang milenial, berkualitas dan berinovasi tinggi sehingga secara perlahan pertanian konvensional akan kita tinggalkan," pungkas Huzaimah.

Keyword:


Editor :
Redaksi

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda