Pemerintah Aceh Diminta Cari Solusi untuk Desa di Kawasan HGU Perkebunan
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Dewan Penasehat Prabowo Gibran Xperience (PGX) Aceh, Nasruddin. Dokumen untuk dialeksis.com.
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dewan Penasehat Prabowo Gibran Xperience (PGX) Aceh, Nasruddin, mengungkapkan adanya keluhan dari masyarakat terkait desa-desa yang terletak di dalam kawasan Hak Guna Usaha (HGU) milik perusahaan perkebunan yang beroperasi di Aceh.
Menurut laporan yang diterimanya, setidaknya terdapat 31 kasus di empat kabupaten/kota di Aceh yang melaporkan bahwa desa mereka tidak memiliki wilayah yang memadai, dan 45 desa lainnya menghadapi keterbatasan lahan karena berada di dalam kawasan HGU perkebunan.
Nasruddin meminta Pemerintah Aceh agar berhati-hati dalam memberikan rekomendasi perpanjangan izin HGU kepada perusahaan swasta maupun PTPN IV Regional 6.
"Banyak desa di Aceh Timur, Aceh Tamiang, Aceh Utara, dan Kota Langsa yang membutuhkan lahan untuk pembangunan fasilitas umum, khususnya desa-desa yang berada di sekitar perkebunan," ujarnya kepada Dialeksis.com, Senin, 23 Desember 2024.
Nasruddin menyoroti dampak serius yang ditimbulkan dari persoalan ini. Di beberapa kabupaten seperti Aceh Timur, Aceh Tamiang, dan Aceh Utara, terdapat gampong (desa) yang tidak memiliki wilayah yang cukup untuk melaksanakan pembangunan infrastruktur. Hal ini menyebabkan desa-desa tersebut tidak dapat memanfaatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Gampong (APBG) karena terkendala regulasi, termasuk Peraturan Menteri Desa Nomor 8 Tahun 2016 yang berkaitan dengan penggunaan Dana Desa.
Selain itu, pekerjaan di atas lahan HGU yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemegang HGU malah bertentangan dengan Undang-Undang Agraria Nomor 5 Tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1966. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa sarana dan prasarana umum menjadi kewajiban pemegang HGU.
"Kami menerima laporan dari pemerintah daerah bahwa ada lahan yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) untuk peruntukan lain, tetapi tetap digunakan oleh perusahaan sawit. Bahkan, proses peremajaan sawit terus dilakukan di lokasi tersebut, yang berpotensi memicu konflik antara perusahaan dengan pemerintah daerah," jelasnya.
Untuk mengatasi masalah ini, Nasruddin meminta Pemerintah Aceh untuk mencari solusi jangka panjang yang dapat mewujudkan pembangunan desa sesuai dengan konsep Desa Cerdas yang diatur dalam Kepmendesa PDTT Nomor 55 Tahun 2024.
Ia juga menekankan pentingnya pemegang HGU mematuhi Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021, khususnya Pasal 27 yang mengatur kewajiban melepaskan sebagian lahan untuk kepentingan umum dan menyediakan minimal 20 persen dari luas tanah HGU untuk kebun masyarakat sekitar.
Nasruddin memastikan bahwa dalam waktu dekat, seluruh laporan yang diterima dari masyarakat akan diteruskan kepada Gubernur Aceh, Menteri ATR/BPN, Menteri Desa, Menteri Dalam Negeri, Menteri BUMN, DPR-RI, dan forum komunikasi pemerintah pusat.
"Langkah ini penting untuk mendukung visi Presiden Prabowo tentang pembangunan dari desa sebagai upaya pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan," tutupnya.
- Bertemu Ketua DPRK Banda Aceh, Yayasan Al-Fatha Bahas Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Narkoba
- Diduga Korupsi Dana Desa, Jaksa Tahan Mantan Kades Aceh Utara
- Desakan Pergantian Pj Bupati Aceh Besar Kian Menguat, Aceh Besar Butuh Kepemimpinan Baru
- Kampung Zakat di Desa Teluk Rumbia, Butuh Kolaborasi Berdayakan Ekonomi Masyarakat