Pemberhentian Achmad Marzuki Tak Transparan, KontraS Aceh Ajukan Surat Keberatan ke Mabes TNI
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Aceh - Dua pekan berlalu sejak Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh melayangkan surat permintaan informasi kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Tentara Nasional Indonesia/TNI, untuk mempertanyakan status pemberhentian Mayjen TNI (Purn) Achmad Marzuki dari statusnya sebagai perwira TNI.
Surat itu dikirimkan tepat pada Rabu, 13 Juli 2022 secara elektronik ke Mabes TNI dengan nomor 20/BP-KontraS Aceh/VII/2022, ke permintaaninformasi@gmail.com. Namun hingga kini belum ada tanggapan dari permintaan itu.
“14 hari berlalu sejak surat itu dikirimkan, untuk itu kami mengajukan keberatan atas tidak diresponnya surat tersebut. Pun informasi yang diminta bukanlah informasi yang dikecualikan,” ujar Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye KontraS Aceh, Azharul Husna, Kamis (4/8/2022).
Menurut KontraS Aceh, informasi terkait kejelasan status Achmad Marzuki yang dikabarkan pensiun dari TNI sebelum diangkat menjadi Staf Ahli Menteri Dalam Negeri, bukanlah informasi yang dikecualikan, karena itu seharusnya bisa dibuka kepada publik.
“Berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, informasi tersebut dapat diberikan,” tegas Husna.
Lebih jauh, KontraS Aceh juga mengingatkan bahwa transparansi status Achmad berkaitan dengan pengangkatannya sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, yang dilantik pada 6 Juli lalu.
Diduga terjadi proses ‘kilat’, yakni ketika Marzuki dinyatakan pensiun pada Jumat 1 Juli 2022 dari institusi TNI. Lalu pada 4 Juli, Marzuki diangkat Menteri Dalam Negeri sebagai Staf Ahli Mendagri Bidang Hukum dan Kesatuan Bangsa dengan pangkat pimpinan tinggi madya di Kemendagri. Selang dua hari, ia langsung ditunjuk Mendagri sebagai Pj Gubernur Aceh.
“Kami tetap menagih informasi ini sebagai bagian dari menuntut akuntabilitas negara atas proses pengangkatan tersebut. Apalagi, berbagai persoalan muncul, bahkan diduga terjadi maladministrasi. Sehingga publik berhak mengetahui bagaimana proses itu berjalan sejak awal,” tukasnya.
Jika keberatan ini tak juga direspons, ujar Husna, maka KontraS Aceh bakal melayangkan gugatan selanjutnya, sesuai mekanisme UU Keterbukaan Informasi Publik.[rls]