Beranda / Berita / Aceh / Pembangunan Rumah Adat Suku Pakpak di Subulussalam: Ditolak karena Unsur Politis

Pembangunan Rumah Adat Suku Pakpak di Subulussalam: Ditolak karena Unsur Politis

Selasa, 19 Januari 2021 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Roni
Ilustrasi Rumah Adat Suku Pakpak. [Kolase Dok. Hatenews]

DIALEKSIS.COM | Subulussalam - Pembangunan rumah adat suku Pakpak di Subulussalam dikabarkan mendapatkan penolakan. Alasannya suku Pakpak dianggap bukan suku setempat melainkan suka yang berasal dari Sumatera Utara.

Menanggapi hal itu, salah satu inisiator pembangunan rumah adat Suku Pakpak, Abdul Hamid mengatakan, klaim suku Pakpak sebagai suku pendatang merupakan hal yang tidak mendasar.

"Suku Pakpak Soak Boang sudah ada sejak pembukaan Kota Subulussalam sejak tahun 60-an, dulunya namanya masih Simpang Empat. Masih ada Belanda bahkan sebelum Indonesia merdeka, Suku Pakpak memang sudah di sini," jelas Abdul Hamid saat dihubungi Dialeksis.com, Selasa (19/1/2021).

Menurutnya, penolakan yang santer terdengar saat ini erat kaitannya dengan politik. Hal itu terlebih Wali Kota terpilih saat ini merupakan sosok yang punya kaitan dengan Suku Pakpak.

"Sekarang menolak karena politik, biasalah itu. Dan hanya segelintir. Katakanlah 50 ribu masyarakat Subulussalam, paling hanya 200-300 orang yang menolak atau merasa tidak senang. Dan itu karena ada imbas politiknya," ungkap pria yang akrab disapa Geuchik Joka itu.

"Sebenarnya kalau masyarakat umum tidak ada persoalan. Hanya segelintir, yang dipicu oleh politik karena kebetulan Wali Kota dari Suku Pakpak. Padahal semasa siapapun Wali Kota, itu sudah berjalan suku Pakpak Suak Boang itu ada," tambahnya.

Terkait pembangunan rumah adat Suku Pakpak, pihaknya kini sedang menggalang dana, berharap sumbangan dari para donatur. Pihaknya menargetkan pembangunan rumah adat tersebut dengan besaran dana Rp 10 miliar dalam jangka 5 tahun.

"Kita juga nantinya akan membuat seminar bahwa bagaimana leluhur dulu, kemudian apa landasan dan apa dasarnya, kemudian kita menjelaskan bagaimana keberadaan Pakpak Suak Boang itu di Subulussalam. Ada bukti-bukti seperti peninggalan surat masa zaman Belanda, itu kita jelaskan. Dan tidak pernah ada bahasa semacam menolak di sini," ujar Geuchik Joka.

"Ke depan, kalau sudah menyangkut SARA, kita ikuti jalur hukum saja. Kita dibilang seolah-olah pendatang, tentu harus punya landasan mendasar. Tidak boleh begitu," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda