kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Pembahasan APBA: Gubernur Irwandi Akan Jawab Surat DPRA

Pembahasan APBA: Gubernur Irwandi Akan Jawab Surat DPRA

Selasa, 23 Januari 2018 23:44 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : benny

Syaifullah Abdul Gani (dok.dialeksis.com/osi)

RAPBA (Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh) 2018, sampai saat ini belum juga disahkan. Pihak legislatif (DPRA) dengan eksikutif (pemerintah Aceh) belum menemukan kata sepakat. 

Belum adanya titik temu diawali dengan sikap gubernur Aceh Irwandi Yusuf yang menolak usulan dewan berkait alokasi dana aspirasi dewan yang harus diproses sesuai mekanisme dan aturan perundang-undangan. Pihak dewan merasa kecewa dengan alasan, banyak aspirasi masyarakat tidak terakomodir. Silang pendapat itu membuat rakyat bertanya-tanya. Namun ada kabar pihak DPRA sudah mau membahasnya, namun gubernur Aceh tidak hadir. 

Menanggapi hal itu, Jubir (juru bicara) Pemerintah Aceh, Saifullah Abdul Gani, ketika ditanyai Selasa (23/1), menampik anggapan kalau gubernur menghindar untuk melanjutkan pembahasan APBA. Berikut wawancara dengan wartawan dialeksis.com.

Dialeksis: Kenapa belum ada titik temu antara DPRA dengan Pemerintah Aceh soal APBA.

Jubir : Ini saya luruskan. Bahwa terakhir penetapannya pemerintah Aceh menyerahkan qanun RAPBA 2018 pada 4 Desember 2017, kemudian dikembalikan ke eksekutif. Dalam surat itu tertulis, catatatn berbunyi, "diserahkan kepada kebijakan gubernur untuk selanjutnya". Karena itu, gubernur belum mengambil kebijakan karena menunggu kebijakan pembahasan. Tetap diambil dan diupayakan disahkan melalui qanun Aceh. 

Dialeksis: Alasan DPRA mengembalikan dokumen RAPBA (KUA dan PPAS Aceh)?

Jubir: Pengembalian itu dijadikan alasan karena banyaknya usulan-usulan masyarakat yang belum terakomodir. Misalnya pengadaan teratak kenduri.

Jubir: Nah, kenapa ini tidak terakomodir? Karena bansos memang ada regulasi yang mengaturnya. Selama ini dianggap ada benturan kepentingan, Padahal ini hanya sinkronisasi antara pembahasan dengan regulasi yang ada agar tidak berbenturan. Misalnya jalan yang diusulkan tidak diakomodir karena terkadang bukan status jalan Provinsi (tidak termasuk 81 ruas jalan provinsi).

Begitu juga terkait tentang efektifitas dan efisiensi. Misalnya, pengadaan buku sudah ada diusulan sebelumnya harus ada dokumen yang harus dilengkapi, sehingga tidak langsung harus diakomodir.

Usulan lain berkait bantuan modal usaha yang tidak boleh atau tidak dibenarkan diperuntukkan perorangan, tetapi kepada kelompok atau lembaga. Jadi, bukan tidak diakomodir tapi itu sudah punya standar sendiri dan ketentuan yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan. 

Dialeksis : Sekarang, sudah sejauhmana tahapan pembahasan RAPBA 2018?

Jubir : Kemaren, DPRA sudah mengundang TAPA (Tim Anggaran Pemerintah Aceh) untuk kembali menentukan penjadwalan pembahasan. Namun, pak Gubernur tidak bisa hadir. Karena secara bersamaan jauh-jauh hari pak gubernur dan wagub sudah meanggendakan rapat dengan TAPA dan kepala SKPA di ruang P2k kantor Gubernur.  

Jubir: Sekarang pembahasan RAPBA dan bahkan seluruh Indonesia sudah ketat dan di-insert langsung ke KPK. Aceh juga salah satu fokus pengawasan KPK sejak tahun 2015 yang lalu. 

Dialeksis: Kita baca berita beberapa provinsi lain ada juga yang belum mengesahkan APBD-nya. Lalu, diultimatum oleh Kemendagri melalui Dirjen Bina Anggaran Daerah. Semua daerah juga punya dana aspirasi, tapi antara legislatif dan eksekutif di Aceh tidak ada kesepahaman.

Jubir: Itulah…(?) Karena tidak dibahasnya KUA dan PPAS oleh DPRA dan TAPA setelah diserahkan pada 31 Juli atau tiga bulan lebih. Padahal ketika pembahasan itu disepakati, bukan malah dikembalikan kepada eksekutif pada tanggal 4 Desember itu.

Seharusnya sudah dibahas kembali bukan dikembalikan dengan perintah menyerahkan kebijakan kepada gubernur untuk menindaklanjuti. Sehingga Kemendagri mengultimatum dan memberikan deadline harus disahkan paling lambat 5 Februari 2018 mendatang. Dan itu tersisa waktu 60 hari.

Dieleksis: Tapi sudah ada komitmen DPRA ketika pelantikan Irwandi-Nova, mereka siap mendukung dan mengawal kebijakan eksekutif yang pro rakyat? Dan kita lihat komunikasi antara legislative dengan pemerintah Aceh berjalan bagus? Tapi kenapa ketiika soal RAPBA tidak sejalan lagi .

Jubir: Tidak juga! (tertawa). Sebenarnya Gubernur kan bisa diwakili, ada Wagub atau TAPA yang ditunjuk sebagai perpanjangan tangan gubernur untuk membahas RAPBA 2018 dengan DPRA.  

Jangan juga diartikan bahwa dukungan politik tidak seperti awal-awal dukungan legislatif kepada gubernur sebelum dan sesudah pelantikan gubernur. Karena ini berkait harmonisasi antara usulan pemerintah melalui dewan dengan kehendak aturan-aturan main. Jadi, yang tidak ketemu, terutama soal bansos itu.

Dialeksis: Terkait surat SOP (Standard Operating Prosedure) yang diterbitkan oleh TAPA tidak dipublikasikan atau tidak disepakati dengan dewan? 

Jubir: SOP itu adalah bukan alat untuk mengalahkan aturan-aturan yang sudah ada. SOP hanya aturan main (instrumen kerja) yang sudah diatur dan alat kerja TAPA dalam melihat kriteria usulan masyarakat terutama bansos. Jadi, SOP itu bukan undang-undang baru.

Dialeksis: Kalau SOP itu tidak dibicarakan dengan dewan dan tidak disepakati bersma, berarti tafsiran sepihak TAPA?

Jubir: Justru instrumen ini yang dipakai. Maka ada muncul tanda "merah" (tidak boleh) dan "hijau" boleh. Tanda "merah" bisa saja menjadi hijau kalau sudah dilengkapi dengan dokumen pendukung. Sebaliknya jika "hijau" ke merah berarti ada ketidak-sesuaian dengan SOP. Misalnya, bansos (bantuan social) untuk perorangan. Seharusnya kepada kelompok atau lembaga.  

Seharusnya ada tanda merah dan hijau terjadi ketika pembahasan namun memang DPRA sendiri yang tidak mau membahas. Jangan sampai dari perencanaan sudah terjadi indikasi korupsi dan nantinya bisa terjerat. Hal ini jangan terjadi bagi anggota dewan kita yang terhormat. Statement DPRA hanya melalui media dan tidak bisa kita jamin terjadi distorsi, padahal pembahasan tidak berlangsung.

Dialeksis: Sekarang Apa sikap pak gubernur dalam pembahasan RAPBA 2018 ini? 

Jubir: Seperti sudah katakana, pembahasan ini seharusnya diagendakan oleh dewan. Tapi justru dikembalikan dengan membuat pernyataan diserahkan untuk mengambil kebijakan oleh gubernur menindaklanjutinya. Artinya, ini hanya soal sinkronisasi (eksekutif dan legislatif) saja. Bukan torak tarik kepentingan.

Dialeksis: Andaikan APBA 2018 tidak juga mendapat titik temu dan kata sepakat, apakah akan ditempuh dengan mengeluarkan Pergub?

Jubir: Pergub bukan pilihan! Rezim anggaran adalah qanun. Tapi UU memperbolehkan Pergub akibat konsekuensi tidak adanya pembahasan. Jadi, Saya tidak mau berandai-andai. Apalagi pembahasannya bukan deadlock, karena masih ada tenggat waktu sampai 5 Februari. Kita tunggu jawaban Gubernur atas surat DPRA! 


Keyword:


Editor :
Ampuh Devayan

riset-JSI
Komentar Anda