Pelapor Minta Pemilik Akun Penyebar Fitnah "Plt Gubernur Aceh Antek PKI" Minta Maaf
Font: Ukuran: - +
Kuasa hukum zulkarnaini, zulfikar Muhammad, menunjukkan bukti ujaran kebencian yang disampaikan oleh David Toreto, saat konferensi pers di Banda Aceh, Rabu (10/06/2020). [Foto: Humas Aceh]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Zulkarnaini, Pelapor akun Facebook David Toreto yang menyebarkan informasi bohong dan fitnah kepada Plt Gubernur Nova Iriansyah, meminta mereka yang membagikan informasi itu bisa segera mencabutnya. Ia bersama kuasa hukumnya Zulfikar Muhammad dari Koalisi NGO HAM Aceh, mendeteksi sedikitnya 92 akun yang kemudian membagikan fitnah tersebut.
"Ada empat pengguna akun fesbuk yang telah menghubungi saya dan meminta maaf secara langsung. Mereka meminta maaf dengan serius dan menghapus semua komentar terkait fitnah itu," kata Zulkarnaini dalam konferensi pers terkait kelanjutan kasus tersebut di Banda Aceh, Rabu (10/06/2020).
Zulkarnaini mengatakan empat akun facebook yang telah mencabut informasi bohong itu dikelola dari dua tempat berbeda. Dua akun dari Malaysia dan dua dari Aceh. Semua pemilik akun berasal dari Aceh.
"(Bagi yang lain) alangkah lebih baik segera hapus postingan yang sudah terlanjur di share. Ini tidak baik untuk Aceh dan masyarakat Aceh," kata Zulkarnaini. "Saya apresiasi empat akun yang melakukan permintaan maaf."
Zulkarnaini mengatakan sejak laporan yang ia layangkan ke Mapolda Aceh per tanggal 5 Juni lalu, ia menerima berbagai macam teror dan ancaman. Mulai dari diancam akan dibunuh, rumah bakal dibakar hingga pengiriman foto selongsong peluru. Namun demikian, ia yakin penegak hukum akan bekerja maksimal.
"Apapun ancaman (yang saya Terima, kebenaran harus ditegakkan," kata Zulkarnaini.
Zulkarnaini mengatakan, selaku warga Aceh ia tak bisa menerima fitnah yang didengungkan di dunia maya tersebut. Di samping mencoreng Aceh dan warga Aceh, perilaku pelaku juga bertolak belakang dengan penerapan syariat Islam di Aceh. Karena itu, ia berharap penegak hukum menindaklanjuti laporannya sehingga bisa memberikan efek jera bagi pelaku.
Sementara itu, Kuasa hukum pelapor, Zulfikar Muhammad, mengatakan akun David Toreto telah melakukan upaya penyebaran fitnah yang cukup massif. Di mana, ia membagikan fitnah berupa editan foto Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah dengan cara menempelkan lambang PKI di gambar tersebut."Menjadi atensi kita karena akun tersebut membagikannya di grub Facebook Suara Rakyat Aceh Untuk Pemerintah," kata Zulfikar. "Kami menganggap David Toreto telah menyerang harkat martabat orang Aceh."
Zulfikar mempersilahkan seluruh masyarakat Aceh untuk menyampaikan kritik kepada pemerintah bahkan melalui aksi demonstrasi sekali pun. Namun demikian, mendesain brosur dengan tempelan gambar terlarang jelas sebuah kesalahan dan menyalahi hukum Indonesia."Hal seperti ini tidak boleh terjadi di negara hukum. Kalau marah, benci, jangan wujudkan seperti ini. Menampilkan lambang terlarang itu menjadi kampanye dan memecah-belah bangsa," kata Zulfikar .
Bagi warga Aceh dan Indonesia pada umumnya, kata Zulfikar, menyebut orang PKI bisa memicu perpecahan horizontal. Gambar tersebut dinilai sangat sensitif, sehingga menyebabkan perpecahan. Karena itu, apa yang dilakukan pemilik akun David Toreto dinilai sangat melampaui batas. "Yang dilakukan David ini bukan kritik. Ini perpecahan akan lebih mudah terjadi."Zulfikar berharap Kapolda bisa melakukan langkah taktis dan strategis, agar pelaku bisa segera ditemukan dan upaya penyebaran fitnah tersebut bisa segera dihentikan.
Sebelumnya, Zulkarnaini bersama Koalisi NGO HAM melaporkan akun medos bernama Davit Toreto ke Polda Aceh, terkait penghinaan dan merendahkan martabat wakil presiden dan Plt Gubernur Aceh.
Akun itu dinilai telah menyerang nama baik Wakil Presiden dan Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah sebagai pemimpin yang sah.
Brosur FB yang diposting oleh Davit Toreto menggambarkan Plt Gubernur Aceh menggunakan pakaian dinas kemudian ditembel logo PKI, dan palu arit. Dibawah foto menuliskan kalimat ‘antek-antek PKI yang ada di Aceh’, postingan tersebut, dinilai menunjukan penghinaan terhadap pejabat Negara. (ha)