Pejuang Disabilitas Aceh: Pilkada Damai Dimulai dari Kebebasan Memilih Tanpa Intimidasi
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Erlin Marlinda, seorang pejuang hak disabilitas di Aceh sekaligus Program Manager di Children and Youth Disabilities for Change (CYDC) Aceh. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Erlin Marlinda, seorang pejuang hak disabilitas di Aceh sekaligus Program Manager di Children and Youth Disabilities for Change (CYDC) Aceh mengatakan bahwa Pilkada damai harus dimulai dari awal hingga hari pencoblosan, tanpa intimidasi atau tekanan terhadap para pemilih, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus.
“Pilkada damai menurut saya secara pribadi adalah ketika prosesnya berlangsung fair dari awal sampai akhir. Tidak ada ancam-mengancam atau sikut-menyikut. Bahkan pada hari pemilihan pun, pemilih tidak merasa terpaksa atau dipaksa untuk memilih siapa pun,” ungkap Erlin saat ditemui media dialeksis.com, di Banda Aceh, Senin (25/11/2024).
Menurutnya, suasana damai dan inklusif dalam Pilkada bukan hanya mendukung demokrasi, tetapi juga memberikan ruang bagi penyandang disabilitas untuk berpartisipasi aktif tanpa hambatan.
Sebagai seorang aktivis yang berfokus pada hak-hak anak dan pemuda disabilitas, Erlin menyadari pentingnya Pilkada yang inklusif.
Baginya, keterlibatan penyandang disabilitas tidak hanya sebatas akses ke tempat pemungutan suara (TPS), tetapi juga kebebasan untuk mengekspresikan pilihan politik mereka tanpa tekanan.
“Penyandang disabilitas harus memiliki kesempatan yang sama untuk memilih dengan nyaman. Ini termasuk memastikan TPS ramah disabilitas, menyediakan pendampingan bagi mereka yang membutuhkan, dan memastikan mereka tidak merasa diabaikan dalam proses ini,” tambahnya.
Ia juga mengapresiasi berbagai langkah yang telah dilakukan oleh penyelenggara pemilu di Aceh untuk menjamin partisipasi penyandang disabilitas.
Namun, Erlin mengingatkan bahwa masih ada tantangan, seperti kurangnya fasilitas aksesibilitas di beberapa TPS serta minimnya sosialisasi terkait hak-hak disabilitas dalam Pilkada.
Erlin menyoroti peran Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dalam menciptakan suasana Pilkada damai dan inklusif. Ia berharap KPPS di setiap TPS mampu memahami kebutuhan pemilih disabilitas dan memberikan pendampingan yang tepat.
“KPPS harus lebih peka dan peduli terhadap pemilih disabilitas. Pastikan mereka tidak hanya diberikan akses fisik, tetapi juga rasa aman dan nyaman selama proses pemungutan suara. Itu bagian dari tanggung jawab kita bersama untuk menjaga Pilkada damai,” jelasnya.
Selain itu, Erlin mengajak masyarakat Aceh untuk terus menjaga harmoni selama Pilkada, termasuk dalam interaksi dengan penyandang disabilitas. Baginya, Pilkada damai hanya bisa terwujud jika semua elemen masyarakat turut berperan aktif.
“Tidak cukup hanya penyelenggara pemilu yang peduli. Masyarakat juga harus mendukung suasana damai ini, termasuk menghormati pilihan setiap individu, baik mereka disabilitas maupun non-disabilitas,” tegasnya.
Erlin berharap bahwa Pilkada damai dapat menjadi fondasi bagi pembangunan Aceh yang lebih inklusif di masa depan.
Ia percaya bahwa keberhasilan Pilkada yang menghormati hak setiap warga, termasuk penyandang disabilitas, akan mencerminkan kematangan demokrasi di Aceh.
“Bagi kami, Pilkada bukan sekadar memilih pemimpin. Ini adalah langkah awal menuju Aceh yang lebih inklusif, adil, dan menghormati keberagaman. Semoga para pemimpin yang terpilih nanti benar-benar peduli dengan hak-hak kami, termasuk hak penyandang disabilitas,” harapnya.
Dengan suasana Pilkada yang damai, adil, dan inklusif, Erlin yakin bahwa semua warga Aceh, tanpa terkecuali, dapat berpartisipasi aktif dalam menentukan masa depan daerah mereka. Ia pun mengajak semua pihak untuk menjadikan Pilkada ini sebagai momentum membangun Aceh yang lebih baik.
“Semoga kita semua dapat menjaga kedamaian ini sampai akhir, sehingga pesta demokrasi benar-benar menjadi milik bersama, termasuk bagi kami yang disabilitas,” pungkasnya.[nh]