Kamis, 06 November 2025
Beranda / Berita / Aceh / Pegiat Muda Abdya Kutuk Keras Penganiayaan Musafir Asal Simeulue di Masjid Sibolga

Pegiat Muda Abdya Kutuk Keras Penganiayaan Musafir Asal Simeulue di Masjid Sibolga

Rabu, 05 November 2025 21:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Pegiat muda asal Aceh Barat Daya (Abdya), Angga Putra Ariyanto. [Foto: Dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Seorang pemuda asal Simeulue, Aceh, bernama Arjuna Tamaraya (21), yang meninggal dunia setelah dikeroyok sejumlah warga di area Masjid Agung Sibolga, Sumatera Utara, pada Sabtu (1/11/2025) dini hari.

Pegiat muda asal Aceh Barat Daya (Abdya), Angga Putra Ariyanto, SH, yang menyampaikan rasa duka mendalam sekaligus kemarahan terhadap tindakan biadab tersebut.

“Saya sangat menyayangkan sekaligus mengutuk keras kelakuan bejat para pelaku yang tega menganiaya seorang musafir hingga meninggal dunia. Masjid adalah rumah Allah, tempat paling aman bagi siapa pun, apalagi bagi seorang musafir yang datang untuk beristirahat. Tidak ada alasan apa pun yang dapat membenarkan tindakan seperti ini,” ujar Angga kepada media dialeksis.com di Banda Aceh, Rabu (5/11/2025).

Menurut informasi yang beredar, almarhum Arjuna baru saja pulang melaut dan berencana kembali ke laut keesokan harinya. Ia memutuskan untuk beristirahat di Masjid Agung Sibolga.

Namun, beberapa warga diduga menolak kehadirannya dan malah melakukan tindakan kekerasan hingga nyawa Arjuna melayang.

Bagi Angga, kejadian ini bukan sekadar kasus kriminal biasa, melainkan tamparan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan solidaritas umat Islam.

“Ini menyangkut martabat orang Aceh dan umat Islam secara umum. Kita tidak bisa diam. Saya mendesak Pak Muzakir Manaf (Mualem) selaku Gubernur Aceh agar segera mengambil langkah cepat, melakukan koordinasi lintas daerah, dan memastikan kasus ini diproses secara adil sampai tuntas,” tegasnya.

Ia juga meminta aparat penegak hukum, baik di Sumatera Utara maupun di Aceh, untuk bersinergi mengawal kasus ini secara transparan dan objektif.

“Keadilan harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Keluarga korban berhak mendapatkan kebenaran, dan masyarakat berhak tahu bahwa tidak ada tempat bagi kekerasan atas nama apa pun, apalagi di rumah ibadah,” tambah Angga.

Angga menilai, kasus ini seharusnya menjadi momentum refleksi bagi seluruh masyarakat agar tidak mudah curiga terhadap sesama, terutama terhadap musafir atau nelayan yang hidupnya berpindah-pindah tempat.

“Kita semua bisa menjadi musafir. Hari ini Arjuna, besok mungkin saudara kita sendiri. Maka jangan biarkan masjid kehilangan nilai kasih dan rahmatnya hanya karena ego dan prasangka,” pungkasnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI