kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Pasca Pidato Presiden di Bireuen, Ini Tawaran Muslahuddin Daud Terkait Solusi Pengentasan Kemiskinan

Pasca Pidato Presiden di Bireuen, Ini Tawaran Muslahuddin Daud Terkait Solusi Pengentasan Kemiskinan

Rabu, 26 Februari 2020 22:10 WIB

Font: Ukuran: - +


Ketua DPD PDD Perjuangan Aceh, Muslahuddin Daud. [Foto: IST/Dialeksis.com]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Presiden RI Joko Widodo sempat menyinggung kondisi perekonomian di Aceh saat mengisi Kenduri Kebangsaan di Bireuen pada 22 Februari 2020 lalu. 

Secara gamblang Presiden menyebutkan besaran kucuran dana ke Aceh khususnya dana otonomi khusus belum menjawab persoalan krusial kemiskinan yang kini masih berkisar di angka 15 %.

Menanggapi hal tersebut, Ketua DPD PDI Perjuangan Aceh Muslahuddin Daud mencoba memberikan solusi yakni dengan membuat pengembangan inkubator usaha masyarakat yang terintegrasi, khususnya sektor pertanian yang secara umum termasuk perikanan, kelautan dan peternakan didalamnya.

"Mengapa sektor pertanian, karena hampir 80 % kontributor untuk angka 750.000 atau 15 % kemiskinan Aceh berasal dari sektor ini," kata Muslahuddin Daud yang pernah menjadi Konsultan Bank Dunia itu kepada Dialeksis.com, Rabu (26/2/2020).

Ia melanjutkan, mengapa pusat inkubator usaha pertanian diperlukan, setidaknya ada beberpa kondisi ril yang di hadapi Aceh saat ini. 

"Pertama, pemahaman masyarakat terkait pertanian masih terfokus pada aspek budidaya untuk peningkatan produksi standar belum pada tahapan produksi yang dapat digolongkan dalam bentuk usaha agro. Hasil yang diperoleh baru 40 % dari total yang dapat dihasilkan," ungkap pria yang pernah dinobatkan sebagai Pahlawan Pertanian Indonesia Tahun 2017 itu.

"Kedua, jumlah uang yang besar, terutama uang yang beredar di masyarakat seperti Dana Desa belum mampu digunanakan secara optimal untuk peningkatan ekonomi misalnya lewat BUMG untuk usaha di bidang agro, meskipun sebagian besar penduduknya adalah petani. Persentase penggunaan Dana Desa lewat BUMG untuk usaha agro masih sangat kecil," tambahnya. 

Ketiga, lanjutnya, minimnya pengetahuan tentang pemasaran produk yang diminati oleh pasar, khususnya nilai tambah yang dapat menghasilkan pendapatan secara berganda. 

"Keempat, lemahnya pemahaman pengelolaan kelembagaan terutama yang erat berhubungan dengan kehidupan masyarakat miskin, seperti BUMG, Koperasi, Kelompok Tani dan seterusnya," jelas Muslahuddin Daud.

"Keempat, inkubator usaha dengan mudah dilakukan replikasi kepada penerima manfaat yang berada dalam basis data terpadu yang merupakan target utama dalam pengentasan kemiskinan," tambahnya.

Dalam upaya mengejar ketertiggalan, ia berharap pemerintah tidak boleh lagi menggunakan ritme reguler proses pembangunan yang belum mampu menurunkan angka kemiskinan dalam waktu yang cepat. 

"Disinilah dibutuhkan proses di mana pemerintah harus membuat kebijakan tentang dana yang dapat dieksekusi dengan cepat, misalnya CSR, angel investor, croud funding, dan model donasi lainnya," jelas Ketua DPD PDI Perjuangan Aceh itu.

"Konsep Quick Win ini akan menemukenali mekanisme terbaik yang menjadi role model yang akan digunakan pemerintah untuk mencapai enam tepat seperti yang disebutkan di atas," tambahnya.

Pemerintah Harus Merobah Pendekatan

Sedikitnya ada 12 SKPA yang selama ini berhubungan dengan pengentasan kemiskinan. Masing-masing SKPA menjalankan Tupoksinya dalam upaya menjadi kontributor pengurangan angka kemiskinan tersebut, namun menurut Muslahuddin, hasilnya masih jauh dari yang diharapkan. 

Menurutnya, salah satu problem yang terjadi adalah besarnya biaya operasional kedinasan sehingga porsi yang diterima langsung oleh rakyat menjadi berkurang. 

Selain itu indahnya phrasa singkronisasi dan harmonisasi dari perencanaan hingga pelaksanaan masih sulit diwujudkan, problema sistemik ego sektoral sepertinya sangat sulit dipecahkan sehingga aspek utilisasi anggaran dan dampak program dipastikan kurang signifikan. 

"Oleh karenanya tawaran saya adalah menyatukan peruntukan dana pengentasan kemiskinan dari 12 SKPA tersebut dalam satu bentuk pengelolaan, apakah namanya PMU, atau Satker Khusus disesuaikan dengan tata kelola keuangan yang menganut prinsip akuntabilitas yang dipayungi Pergub," katanya. 

"Dampak dari pembentukan ini dipastikan sangat besar, pertama jumlah dana operasional akan berkurang, kedua target bantuan akan sangat terfokus untuk mengurangi angka kemiskinan, ketiga, ketika program kegiatan membutuhkan sinergi lintas dinas secara otomatis dapat dilaksanakan," tambahnya.

Keempat, konsep ini akan sangat memudahkan untuk membuat program pengentasan kemiskinan berbasis kawasan, kelima pengukuran pengurangan jumlah angka BDT akan sangat mudah, terutama 80 kecamatan di Aceh hari ini dalam kategori merah akan dirobah menjadi biru. 

"Kalau ini dapat diwujudkan, maka kemiskinan Aceh akan tersisa 8 % saja dengan kata kunci political will dan keinginan yang kuat," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda