Panglima Laot Aceh Kunjungi Nelayan India yang Berada di Rumah Penampungan Sementera Pangkalan PSDKP Lampulo
Font: Ukuran: - +
Panglima Laot Aceh saat berkunjung ke PSDKP Lampulo, Banda Aceh. [Dok. Panglima Laot Aceh for Dialeksis]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Delapan nelayan India ditangkap oleh Tim Direktorat Polisi Air Udara (Ditpolairud) Polda Aceh di perairan Lhoong Aceh Besar pada tanggal 7 Maret 2022 lalu.
Mereka ditangkap karena memasuki wilayah Indonesia secara illegal dan melakukan pencurian ikan di area sekitar 18 mil laut dari pantai Lhoong.
Setelah ditangkap mereka diserahkan ke Kantor Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Lampulo Banda Aceh untuk menjalani proses selanjutnya.
Selama proses penyidikan para ABK Kapal KM Bleesing ditempatkan di rumah Penampungan sementara Kantor Pangkalan PSDKP Lampulo, Nakhoda Kapal atas nama Maria Jesin Dhas Yashudasan mengalami sakit gagal ginjal dan hati dan sempat diobati dan cuci darah selama enam kali di Rumah Sakit Zainal Abidin Banda Aceh.
Meskipun telah ditangani secara maksimal oleh tim medis yang bersangkutan meninggal dunia pada tanggal 20 Mei 2022 dan telah dipulangkan ke negara asalnya.
Sebagai bentuk solidaritas dan kemanusiaan, hari ini pengurus Panglima Laot Aceh mengunjungi nelayan India yang ditampung sementara selama proses penyidikan di rumah Penampungan sementara milik Kantor Pangkalan PSDKP Lampulo Banda Aceh.
Hadir dalam kunjungan tersebut Ketua Harian merangkap Pj Panglima Laot Aceh Pawang Baharuddin Z dan Sekretaris Umum Panglima Laot Aceh Oemardi.
Kunjungan tersebut difasilitasi dengan baik oleh Kepala PSDKP, Akhmadon, Kepala PSDKP Lampulo beserta staf. Pertemuan berlangsung dengan akrab dan penuh kekeluargaan.
Dalam kunjungan tersebut Pengurus Panglima Laot juga menyerahkan sejumlah makanan dan peralatan kebersihan.
Nelayan India merasa senang dan terharu atas kunjungan tersebut dan berterima kasih atas dukungan yang diberikan Panglima Laot kepada mereka.
Dalam perbicangan dengan mereka, Pawang Baharudin menyampaikan bahwa kasus melewati tapal batas memang sering dialami oleh nelayan Indonesia dan India karena batas laut kedua negara ini sangat dekat.
Kadang tersebab kecelakaan seperti rusak mesin atau juga faktor cuaca. Sampai saat ini juga masih ada beberapa nelayan Aceh yang masih dalam tahanan otoritas India karena pelanggaran wilayah. Sebahagian dari mereka ada yang berproses sampai ke pengadilan dan menjalani hukuman.
“Jadi kunjungan kami ini murni sebagai solidaritas sesama nelayan di wilayah Samudera Hindia untuk saling peduli dalam kondisi apapun. Terlepas dari proses hukum yang memang harus sama sama kita hormati, solidaritas sesama nelayan dalam kawasan Samudera Hindia dan Selat Malaka perlu terus dijaga dan dipertahankan” jelas Pawang Baha panggilan akrabnya sehari-hari.
Berdasarkan penjelasan dari pihak PSDKP, selain Alm Nakhoda Yashudasan, empat nelayan lainnya juga sudah dideportasi kembali ke India sehingga tersisa tiga orang lagi di Banda Aceh.
Tiga orang ini menurut petugas PSDKP mengalami kendala karena kurang kooperatif untuk menyelesaikan kasus pasca meninggalnya Nakhoda serta terkendala dengan waktu dari penerjemah untuk bertemu.
“Padahal kita ingin proses kasus ini secepatnya agar cepat selesai” ujar petugas PSDKP, Achyar.
Dalam perbincangan santai, Oemardi menyampaikan bahwa salah satu LSM di Kerala sempat menghubunginya dan memberi tahu keberadaan mereka yang ditangkap. Namun terkesan ada informasi yang salah yang berkembang di Kerala seolah-olah mereka tidak ditangani dengan baik. Padahal situasinya tidak demikian.
“Disinformasi seperti itu, apalagi sempat terekspose ke media, dapat mengganggu komunikasi diplomatik terkait proses selanjutnya,” sebut Oemardi.
Oemardi berpesan agar mereka bersabar dan berharap agar penyidik memberi keringanan kepada mereka karena mereka berasal dari keluarga nelayan miskin dan mereka hanya ikut perintah Nakhoda. Pertemuan diakhiri dengan saling salaman dan saling memberi semangat satu sama lain.[]