Beranda / Berita / Aceh / Panglima KPA Seluruh Aceh Berkumpul Bahas Soal Bendera Hingga Kondisi Politik

Panglima KPA Seluruh Aceh Berkumpul Bahas Soal Bendera Hingga Kondisi Politik

Selasa, 28 Desember 2021 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora
Juru Bicara Komite Peralihan Aceh (KPA) Pusat, Azhari Cage bersama Seluruh panglima KPA tengah menyampaikan keterangan pers usai rapat di Kantor KPA, Batoh, Banda Aceh. [Foto: tangkap layar]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Seluruh panglima wilayah Komite Peralihan Aceh (KPA) seluruh Aceh menggelar rapat di kantor KPA membicarakan masalah politik terkini di Aceh, salah satunya persoalan kasus bendera yang belum selesai. 

Juru Bicara Komite Peralihan Aceh (KPA) Pusat, Azhari Cage menegaskan dan menolak jika ada sebutan makar terhadap masyarakat yang mengibarkan bendera pada 4 Desember lalu.

"Karena ini tidak sesuai dengan norma hukum, ada beberapa aturan yang masih berlaku sehingga tidak beralasan secara hukum terhadap pemanggilan Teungku Ni tersebut," jelasnya dalam konferensi pers usai rapat yang dikutip Dialeksis.com, pada unggahan Facebook Hammer, Selasa (28/12/2021).

Pertama, dalam perjanjian MoU Helsinki poin 1.1.5 disebutkan Aceh berhak mempunyai bendera dan lambang.

Kedua, dalam UUPA pasal 246 ayat (2) menyatakan selain bendera merah putih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Aceh dapat menentukan dan menetapkan bendera daerah Aceh sebagai lambang yang mencerminkan keistimewaan dan kekhususan, ayat (4) menyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk bendera sebagai lambang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Qanun Aceh yang berpedoman pada perundang-undangan.

Ketiga, lanjutnya, masyarakat Aceh masih memegang teguh aturan dalam Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh, yang masih sah karena belum pernah dicabut didalam lembar daerah Aceh yaitu belum ada pembatalan.

"Jadi tidak ada alasan Polda untuk mengatakan kasus pengibaran bendera itu makar," tegasnya.

Dalam kesempatan itu, panglima KPA juga membahas soal dinamika politik terkini di Aceh yang sudah 17 tahun berlalu dari perdamaian. Namun, butir-butir dalam MoU Helsinki itu belum selesai, serta seluruh kewenangan Aceh belum penuh dijalankan, banyak yang masih terkendala dan ditahan oleh pemerintah pusat baik kekhususan dalam MoU atau UUPA.

"Maka kami mendesak tim juru runding dari pihak GAM, RI dan Internasional untuk duduk kembali karena ada permasalahan Aceh yang belum selesai. Untuk menyelesaikan ini sebagai tanggung jawab mereka," jelasnya lagi.

Padahal, lanjutnya, Presiden Jokowi sudah memanggil Wali Nanggroe dan Muzakit Manaf alias Mualem ke istana negara terkait masalah bendera itu. Lalu, Jokowi menunjuk Moeldoko sebagai tim dari Jakarta, tetapi hingga saat ini belum ada perkembangan.

"Kita tidak mengharapkan Aceh ini kembali bergejolak dan tidak mau ada konflik karena persoalan Aceh yang tidak tuntas. Persoalan bendera adalah persoalan marwah, telah tercantum dalam dalam MoU dan UUPA ini wajib bagi Aceh, maka kita dengan tegas dalam keputusan rapat panglima seluruh Aceh maka kami menolak dengan tegas untuk disebut makar," terangnya.

KPA dengan tegas mengatakan jika Polda Aceh terus menyebutkan kasus pengibaran bendera Bintang Bulan itu makar. Pihaknya akan mengibarkan lagi bendera tersebut.

"Hal itu harus diperjelas karena persoalan bendera ini masih sah secara hukum, jadi jika dikait-kaitkan dengan persoalan ranah hukum, kita sangat tidak terima," ungkapnya.

Tim KPA akan menunggu perintah dari Ketua KPA Pusat, Muzakir Manaf alias Mualem dan akan menindaklanjuti segala arahannya. Hari ini semua panglima dari seluruh Aceh hadir dan membuktikan eks kombatan masih solid dan kompak.

"Kami meminta Kapolda menghentikan kasus itu karena benar-benar tidak sesuai dengan hukum yang berlaku, dan akan kita laporkan kepada Kapolri terkait kasus yang ada di Aceh, apalagi soal bendera masih sah secara hukum," pungkasnya.


Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda