kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Otto Syamsuddin: Soal Penggusuran di Kopelma Ada Kekerasan dan Tidak Sesuai Prosedur

Otto Syamsuddin: Soal Penggusuran di Kopelma Ada Kekerasan dan Tidak Sesuai Prosedur

Rabu, 03 November 2021 10:30 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Soal penggusuran rumah dinas di Kawasan Sektor Timur Kopelma Darussalam, hingga berita ini diturunkan masih menjadi perhatian publik. Sebelumnya Rektor Universitas Syiah Kuala (USK) Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, sudah memberikan keterangan.

Menurut Rektor dalam keteragannya kepada media Baca: USK sudah Ingatkan Berkali-kali Sebelum Terjadi Pembongkaran. Dialeksis.com meminta keterangan Versi Otto Syamsuddin Ishak yang menjadi ujung tombak warga penghuni rumah yang digusur itu.

Otto kepada Dialeksis.com tidak memberikan keterangan langsung dan tertulis, namun pada Rabu (3/11/2021) pagi, Sosiolog ini mengirimkan rekeman wawancara dirinya dengan Kantor Berita Radio Antero.

Menurut Otto dalam penjelasannya, kronologis upaya penggusuran paksa perumahan dosen sektor timur USK, dia berbicara secara prosedural, sekaligus untuk menjawab opini Rektor USK, Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal bahwa sudah sesuai dengan prosedur.

“Dua kali 24 jam sebelum kejadian, tidak ada pemberitahuan sama sekali. Yang kedua yang menarik ada yang penting juga bahwa, Rektor Samsul sudah memasukan aparat ke dalam kampus,” jelas Otto.

“Saya dengar juga bahwa ada permasalahan di kalangan Polresta, tentang Kasat Intel dan Kabag Ops terlibat di dalam operasi ini,” jelasnya.

Ketiga bahwa operasi ini jelas, menggunakan kekerasan dan berusaha memancing warga untuk emosi. Dan itu atas permintaan perintah Agussabti (Pembantu Rektor) kepada Kasat Intel dan Kabag Ops. Sehingga Kasat Intel memerintahkan utuk maju. Kedua, tanda-tandanya adalah mencoba menarik tangan saya, dan ingin digiring ke Polresta.

Menurut Otto apa yang dilakukan pihak kepolisian tidak ada landasan hukumnya. Tidak ada surat perintah. Itulah perdebatan yang terjadi antara Otto dengan dengan Kabag Ops. Apa dasar putusan pengadilan, karena menurut Protap, polisi hanya bisa mendampingi proses eksekusi, kalau ada keputusan yang inkrah tentang subyek.

“Ini tidak ada, mereka tidak bisa menunjukan itu. Kemudian siapa komando, katanya komando itu atas permintaan Dekan FKIP kemudian permintaannya bergeser lagi, atas permintaan program S2 FKIP, kemudian lagi atas permintaan Rektor Samsul,” jelas Otto.

“Ini jangan-jangan ada ketidak sepengetahuan Kapolresta. Ini lebih ke permainan mereka, karena Polsek sendiri tidak aktif, kemudian Koramil tidak aktif. Ini perdebatan antara warga dengan pembantu Rektor Dua Agussabti, perdebatan dengan warga yang langsung saya pimpin,” kata Sosiolog ini.

Menurut Otto, Agussabti juga tidak bisa menunjukkan apa-apa, keputusan pengadilan tidak ada. Agussabti hanya menyebutkan bahwa sudah diperingati melalui surat sebelumnya. Surat-surat sebelumnya memang ada, tetapi kalau menurut prosedur, itu dua kali 24 jam sudah ada peringatan lagi.

"Lebih kuat lagi kalau ada payung legalnya, yaitu keputusan pengadilan," jelas Otto. 

Namun kenyataanya tidak bisa menunjukkan, apakah karena dia “bengak” soal prosedur hukum. Kalau kita sebutkan dia bodoh dari prosedur hukum, disamping Agussabti ada Dekan Fakultas hukum, dan kata-katanya, kabar angin saya dengar saya dekat dengan Mabes Polri. Tetapi dalam kenyataan tidak ada itu, kata Otto.

Bagaimana dengan pihak kepolisian, tetapi tidak dapat menunjukan surat perintah? “Saya kira ini masalah sindikasi yang korupsi saja, karena kalau ada surat perintah kan ada surat perintah dari komandan. Kenapa perintahnya dari rektor, bukan dari komandannya langung. Seharusnya Kapolresta mengambil langsung keputusan mengerahkan pasukan,” jelas Otto.

Kenyataanya, sebut Otto, tidak ada, saya kira ini ada sindikasi yang koruptif, atau sindikasi yang hitam diantara pelaku aktor yang berada di lapangan.

Otto kembali menjelaskan, dalam video dirinya sempat dibawa polisi, dia ditarik oleh Kasat Intel, kemudian diserahkan ke intel-intel yang ada di lapangan. Kemudian entah kenapa Otto dilepas juga. Warga berusaha untuk memisahkan Otto dari tangannya Kasat Intel.

Semula media memperkirakan ada kekerasan terhadap Otto, ketika media menelponnya namun tidak diangkat. Otto memberikan penjelasan, tidak terjadi apa-apa. Bahkan dia mendapat kabar, ada satu aparat desa yang dibawa ke Polres, kemudian diperiksa. Kemudian dia memberi kabar, Kasat Intel berusaha memaksa dia bagaimana caranya mengajak Otto untuk minum kopi.

Menyinggung tentang situasi dilapangan saat sekarang ini, Otto menjelaskan, sekarang pihaknya hanya merehabilitasi saja, pendampingan agar warga yang down kembali semangat, atau mereka jangan down. Karena di sana ada orang tua yang sudah sakit dan sebagainya, pada saat itu terkejut dengan apa tindakan yang dilakukan Rektor Samsul.

Menurut Otto, ini cenderung ada unsur-unsur kekerasan, bahkan mungkin potensial itu sesuatu pelanggaran HAM. Menurutnya karena saya dengar dari mulut Kasat Intel itu sendiri, dan Kabag Ops memberikan komando untuk menyerang ke dalam rumah yang menjadi subyek mereka.

Dia juga menjelaskan, soal advokasi untuk melakukan tuntutan hukum, karena menurutnya sejumlah kawan-kawan pengacara, telah melihat video tersebut. Dia ditarik oleh Kasat Intel, para pengacara mulai simpati dan melihat serta membaca kasus ini, ada kemungkinan pidana.

Otto menjelaskan, ada dampak lain dari pembongkaran rumah di sektor Timur Kopelma ini. Karena mereka membongkar rumah-rumah yang masih ada penghuninya, dan efek dominonya, sekarang mulai ada pencurian-pencurian yang dilakukan oleh pihak pemenang lelang terhadap harta benda milik penghuni.

“Karena mereka mengangap satu rumah itu sudah dilelang semuanya. Padahal dalam rumah itu ada bangunan-bangunan yang dibangun oleh penghuni. Jadi ini tidak termasuk harta benda yang dilelang,” jelasnya.

Menurut Otto, Saat sekarang ini warga siap-siap mengangkut barang. Mereka mengamankan harta bendanya, karena diberikan oleh penguasa USK hanya waktu dua hari, jelasnya. (baga)

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda