kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / OJK: Kinerja Positif Sektor Jasa Keuangan Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Aceh

OJK: Kinerja Positif Sektor Jasa Keuangan Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Aceh

Senin, 02 Oktober 2023 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Zulkarnaini

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aceh mengumumkan hasil pencapaian sektor jasa keuangan hingga Juli 2023, yang menunjukkan pertumbuhan positif dengan likuiditas yang mencukupi dan tingkat risiko yang terjaga. 

Data terbaru ini menjadi indikator kuat bagi perekonomian Aceh yang semakin berkembang. Menurut laporan OJK, penyaluran dana pembiayaan dan penghimpunan dana masyarakat mengalami peningkatan signifikan, mencerminkan kepercayaan masyarakat dalam sektor keuangan Aceh. Pertumbuhan ini bukan hanya menciptakan stabilitas, tetapi juga memberikan dorongan bagi aktivitas ekonomi Aceh.

Pertumbuhan ekonomi Aceh pada Kuartal 2-2023 mencapai 4,37 persen (year-on-year), menunjukkan pertumbuhan yang solid meskipun sedikit lebih rendah dibandingkan dengan periode Kuartal 1-2023 yang mencapai 4,63 persen (year-on-year). Meskipun mengalami penurunan kecil, angka ini tetap menunjukkan ketahanan dan ketangguhan ekonomi Aceh.

Kinerja positif sektor jasa keuangan dilandasi kepercayaan masyarakat atas pelindungan konsumen yang dijalankan secara bertanggungjawab dan konsisten oleh OJK, termasuk upaya penindakan bentuk aktivitas keuangan ilegal yang dijalankan oleh Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal.

Kepala OJK Provinsi Aceh Yusri menjelaskan kinerja intermediasi Bank Umum (BU) di Aceh terus tumbuh, dimana pada Juli 2023 pembiayaan tumbuh 11,78 persen (year-on-year) menjadi Rp 36,47 triliun dan tumbuh 1,05 persen dari Juni 2023 sebesar Rp 36,10 triliun.Financing to Deposit Ratio (FDR) BU di Aceh pada Juli 2023 tercatat 94,22 persen atau lebih tinggi dari FDR.

BU nasional sebesar 82,90 persen selain disebabkan peningkatan pembiayaan juga karena Dana Pihak Ketiga (DPK) sedikit turun sebesar 0,37 persen (mtm) dari Rp 38,86 triliun menjadi Rp 38,71 triliun.

Rasio pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing/NPF) BU di Aceh sebesar 1,94 persen atau lebih baik dari rasio NPF BU nasional sebesar 2,51 persen.Rasio risiko atas kredit (Loan at Risk/LaR) BU di Aceh sebesar 6,69 persen, turun dari bulan sebelumnya sebesar 7,00 persen dan jauh lebih baik dari LaR BU nasional sebesar 12,59 persen.

Pembiayaan kepada sektor konsumtif turun dari bulan sebelumnya, sejalan dengan peningkatan porsi pembiayaan produktif, dimana porsi pembiayaan berdasarkan jenis penggunaan untuk modal kerja Juli 2023 sebesar 18,22 persen (Juni 2023: 18,32 persen) dan porsi pembiayaan investasi sebesar 13,11 persen (Juni 2023: 12,63 persen).Sehingga porsi pembiayaan konsumsi turun menjadi 68,67 persen (Juni 2023: 69,05 persen).Hal yang sama pada porsi pembiayaan.

kepada UMKM meningkat menjadi 27,65 persen (Juni 2023: 27,32 persen).Meskipun penyaluran pembiayaan pada sektor pemilikan peralatan rumah tangga lainnya (termasuk multiguna) masih mendominasi sebesar 58,48 persen, namun porsi tersebut terus turun dari Mei 2023 sebesar 59,50 persen dan Juni sebesar 58,85 persen.

Sementara, porsi pembiayaan sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 14,57 persen (Juni 2023: 14,64 persen), pembiayaan sektor kepemilikan rumah tinggal sebesar 7,62 persen (Juni 2023: 7,61 persen), pertanian perburuan dan kehutaanan sebesar 5,50 persen (Juni 2023: 5,32 persen).

Serta industri pengolahan dan kepemilikan kendaraan bermotor menjadi masing-masing 3,25 persen dan 2,26 persen (Juni 2013: 3,21 persen dan 2,27 persen).

Rentabilitas BU Juli 2023 terjaga positif tercermin dari rasio ROA sebesar 2,79 persen dari Juni 2023 sebsar 2,77 persen dengan kondisi likuiditas yang kuat tercermin dari rasio Current Account to Saving Account yang tinggi sebesar 76,25 persen turut (Juni 2023: 75,28 persen) memengaruhi efisiensi pada BU di Aceh.

Untuk memperkuat penerapan tata kelola, OJK telah menerbitkan Peraturan OJK Nomor 17 tahun 2023 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Umum, selain melakukan penginian terhadap ketentuan tata kelola bank umum sebelumnya, juga mengatur terkait remunerasi, aspek pemegang saham terkait dividen, penerapan Strategi Anti-Fraud, penerapan keuangan berkelanjutan dan tata kelola dalam KUB.

Penyempurnaan POJK tata kelola ini telah mengacu dan diselaraskan pada berbagai standar internasional antara lain Basel Committee on Banking Services (BCBS), Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), ataupun Internatioal Finance Corporation (IFC).

Kinerja intermediasi BPR/BPRS di Aceh juga mengalami akselerasi dimana pembiayaan pada Juli 2023 tumbuh sebesar 18,64 persen (year-on-year) menjadi Rp670 miliar dan DPK tumbuh 1,79 persen (year-on-year) menjadi Rp 547 miliar.

Rasio pembiayaan (Financing to Deposit Ratio/FDR) BPR/S di Aceh pada Juli 2023 terus dioptimalkan mencapai 122,55 persen dengan rasio NPF sebesar 8,24 persen, dimana rasio NPF tersebut senantiasa lebih rendah dibandingkan dengan rasio NPF BPR/BPRS nasional sebesar 9,35 persen.

Porsi pembiayaan Modal Kerja sebesar 54,05 persen dari total pembiayaan (Juni 2023: 53,47 persen), diikuti dengan Konsumsi sebesar 29,43 persen (Juni 2023: 29,15 persen) dan Investasi sebesar 16,52 persen (Juni 2023: 17,37 persen).

Selanjutnya, porsi penyaluran BPR/S kepada UMKM tercatat sebesar 77,68 persen (Juni 2023: 77,19 persen) dan kepada non-UMKM sebesar 22,32 persen (Juni 2023: 22,81 persen).

Berdasarkan lapangan usaha, porsi terbesar masih didominasi oleh sektor perdangan besar dan eceran sebesar 33,23 persen (Juni 2023: 33,68 persen), diikuti oleh sektor bukan lapangan usaha lainnya serta rumah tangga sebesar 29,44 persen (Juni 2023: 29,13 persen), dan sektor jasa kemasyarakatan sebesar 9,03 persen (Juni 2023: 7,28 persen).

OJK Aceh terus meminta BPR/BPRS melakukan penguatan permodalan dan pemenuhan modal inti minimum agar dapat berkompetisi dengan lebih baik.Bagi BPR/BPRS yang tidak dapat memenuhi ketentuan modal inti minimum Rp 6 miliar sampai dengan batas waktu yang ditentukan (BPR s/d akhir 2024 dan BPRS s/d akhir 2025), maka OJK dapat memerintahkan BPR/BPRS dimaksud untuk melakukan penggabungan atau konsolidasi dengan BPR/BPRS lainnya. 

Keyword:


Editor :
Zulkarnaini

riset-JSI
Komentar Anda