Beranda / Berita / Aceh / Nilam Aceh Dipandang Mampu Jadi Komoditas Unggulan, Achmad Marzuki Diajak Kerja Pentahelix

Nilam Aceh Dipandang Mampu Jadi Komoditas Unggulan, Achmad Marzuki Diajak Kerja Pentahelix

Minggu, 04 September 2022 20:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Kepala Atsiri Research Center-Pusat Unggulan Iptek Perguruan Tinggi (ARC-PUIPT) Nilam Aceh Universitas Syiah Kuala (USK), Syaifullah Muhammad. Foto: Doc Pribadi


DIALEKSIS.COM | Aceh - Berbeda dengan definitif, seorang Penjabat (Pj) Kepala Daerah memiliki batasan waktu dalam memimpin sebuah wilayah. Dalam hal ini, PJ Gubernur Aceh Achmad Marzuki dipandang perlu menyusun program unggulan dan terobosan baru, tidak hanya dalam lanskap Business as Usual (seperti biasa) tetapi perlu pendekatan inovatif, efektif dan efisien.

Kepala Atsiri Research Center-Pusat Unggulan Iptek Perguruan Tinggi (ARC-PUIPT) Nilam Aceh Universitas Syiah Kuala (USK), Syaifullah Muhammad mengatakan, PJ Gubernur Aceh perlu melakukan konsolidasi dengan berbagai stakeholder.

Menurutnya, sistem kerja dengan membentuk tim sudah tepat, akan tetapi perlu integrator yang memformulasikan semua gagasan menjadi implementatif dengan sumber daya yang ada.

Dalam hal ini, kata dia, termasuk sumber daya keuangan dengan kebijakan terintegrasi. Dana yang ada pada lintas dinas, harus bisa digunakan secara terpadu, sinergi dan berkelanjutan dengan pendekatan hulu-hilir. Karenanya, ia menilai, egosentris sektoral yang ada pada masing-masing dinas perlu diminimalisir.

Di samping itu, diantara berbagai persoalan yang dihadapi Aceh, ia mengusulkan sedikit saran, khususnya mengenai kemiskinan dan intervensi yang dilakukan melalui inovasi hulu hilir komoditas unggulan pertanian/perkebunan.

Langkah pertama, kata dia, adalah dengan mengkonsolidasi data kemiskinan. Kemiskinan Aceh yang 15 persen itu yang mana saja orangnya, data ini harus dimasukkan ke dalam Pangkalan Data Kemiskinan Aceh, by name-by address.

Di sisi lain, Achmad Marzuki perlu memerintahkan semua stakeholder: dinas pemerintah, swasta, perguruan tinggi, NGO, DPR Aceh, Media dan lain-lain untuk gotong royong melakukan intervensi dengan berbagai program yang terukur.

Syaratnya, jelas dia, yang diintervensi adalah yang datanya ada dalam Pangkalan Data Kemiskinan Aceh tadi. Sehingga intervensi program juga bisa disinergikan dengan timing (waktu) yang koheren dengan survey kemiskinan yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS).

Karenanya, ia menyarankan Achmad Marzuki untuk memilih komoditas pertanian/perkebunan unggulan Aceh yang banyak dilakukan oleh rakyat kecil, salah satunya tanaman atsiri: nilam, pala, sere wangi, dan lain-lain.

Lebih lanjut mengenai penjabaran nilam, ia memandang produk ini bisa diekspor dengan dampak bukan saja untuk ekonomi lokal Aceh, tetapi juga ekonomi nasional. 

Nilam Aceh, kata dia, diperlukan oleh industri internasional, karena kualitas Nilam Aceh merupakan nilam terbaik di dunia. 

Bahkan, kata dia, Indonesia memasok 90 persen kebutuhan nilam dunia, dan sekitar 30 persennya berasal dari Aceh.

lebih lanjut, Syaifullah menjelaskan, intervensi nilam dilakukan dengan empat subsistem; pertama, Up stream off farm (hulu) meliputi bibit, pupuk, pestisida, kedua, Onfarm (Budidaya), panen, pasca panen. 

Ketiga, Downstream: penyulingan, purifikasi, produk intermediate dan produk akhir (produk turunan), keempat, Subsistem pendukung: regulasi, investasi, intervensi market, SDM, iptek, networking dan lain-lain. 

Kemudian, tambah dia, semua dinas dan stakeholder dipandang perlu ambil bagian sesuai dengan tupoksinya. Semisal Dinas pertanian mengurus bibit, pupuk, pestisisa, budi daya, panen. Dinas industri dan perdagangan mengurus pasca panen, penyulingan, purifikasi, produk turunan, market lokal hingga ekspor, Dinas Koperasi mengurus produk turunan, digital marketing, UMKM, Koperasi, business matching dan lain-lain. Sedangkan Perguruan Tinggi mengurus teknologi, inovasi, networking, integrasi sistem hulu hilir dan sebagainya.

Dengan mensinergikan pengadaan bibit, tanam, pupuk, pestisida, alat suling, penyulingan, purifikasi, produk turunan dan menghubungkan dengan buyer. 

“Banyak buyer internasional sudah ada di Aceh. PJ Gubernur Aceh mesti memanggil semua yang terlibat, mulai dari urusan penanaman, hingga pembelian produk nilam rakyat. Pastikan produk rakyat terjual dan menjadi uang. Ini semua hanya perlu waktu delapan bulan,” ujar Syaifullah kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Minggu (4/9/2022).

Dalam hal ini, Syaifullah menyarankan Achmad Marzuki untuk menggunakan pendekatan pentahelix, yakni kerja sama pemerintah, perguruan tinggi, dunia usaha, masyarakat dan media. 

Bila berhasil, ia meminta Achmad Marzuki untuk mereplika pendekatan pentahelix tadi ke komoditas unggulan lainnya, dengan harapan PJ Gubernur Aceh di bawah komando Achmad Marzuki mampu membawa perubahan untuk Aceh.

“Meski waktu menjabat sangat terbatas. Aceh perlu pemimpin yang memadukan tiga kualitas, yakni cerdas, tegas, dan integritas. Selama ini banyak pemimpin cerdas tapi tidak memiliki keberanian. Yang berani, tapi kurang cerdas dan kurang integritas. Bila ketiga kualitas ini dimiliki, InsyaAllah persoalan Aceh akan tuntas,” pungkasnya.[Akh]

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda