Beranda / Berita / Aceh / Muzakir Manaf dan Fadhullah Resmi Pimpin Aceh, Tantangan Berat Menanti

Muzakir Manaf dan Fadhullah Resmi Pimpin Aceh, Tantangan Berat Menanti

Senin, 20 Januari 2025 12:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Dr. M. Jafar, S.H., M.Hum, dosen FH USK. [Foto: dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Aceh kini memiliki pemimpin baru hasil Pilkada 2024. Muzakir Manaf dan Fadhullah resmi dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh. Pasangan ini dihadapkan pada tugas besar untuk membawa perubahan signifikan bagi daerah dan masyarakat Aceh.

Dalam wawancara dengan Dr. M. Jafar, S.H., M.Hum, dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, terungkap lima tantangan strategis yang harus segera ditangani pemerintah baru, yaitu regulasi, kewenangan, kelembagaan, program kegiatan, dan anggaran.

“Kelima aspek ini saling berkaitan. Jika salah satu lemah, tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik akan terganggu,” ujar Dr. Jafar kepada Dialeksis.com pada Senin (20/1/2025).

Menurutnya, pemerintah Aceh perlu memilih prioritas, antara merevisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) atau menyelesaikan regulasi turunannya.

“Energi akan terkuras jika mencoba menyelesaikan semuanya sekaligus. Fokus pada satu prioritas akan memberikan hasil lebih optimal,” kata Dr. Jafar.

Dr. Jafar menyoroti perlunya reformasi kelembagaan, termasuk pengalihan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Aceh menjadi Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Selain itu, tumpang tindih fungsi antara lembaga keistimewaan dengan satuan kerja perangkat Aceh (SKPA) harus segera diselesaikan.

“Struktur kelembagaan di Aceh perlu disesuaikan dengan organisasi pemerintah pusat agar lebih sinergi, kolaboratif, dan efisien,” katanya.

Ia juga menyoroti persoalan program kegiatan pemerintah yang dinilai terlalu terpengaruh oleh pokok pikiran DPRA, sementara hasil musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) kabupaten/kota kurang terakomodasi.

“Program kerja seharusnya dirancang berdasarkan kebutuhan masyarakat, bukan hanya mengikuti kepentingan politik tertentu,” tegas Dr. Jafar.

Dengan dana otonomi khusus (otsus) yang kini hanya tersisa satu persen, Aceh menghadapi tekanan fiskal besar. Dr. Jafar menyarankan pemerintah Aceh menjalin komunikasi intensif dengan pemerintah pusat untuk menambah alokasi dana atau merevisi UUPA agar tersedia sumber pendanaan baru.

“Kewenangan Aceh tetap ada, tetapi anggaran semakin terbatas. Padahal kita menganut prinsip ‘money follow function’ anggaran harus mengikuti kegiatan dan kewenangan pemerintah Aceh. Selanjutnya langkah cepat harus diambil,” ujarnya.

Selain lima aspek utama itu, Dr. Jafar menyoroti persoalan-persoalan khusus yang perlu perhatian serius, seperti qanun bendera dan qanun keluarga, sengketa empat pulau di Singkil dengan Sumatera Utara, serta dualisme Panwaslih Aceh.

“Penyelesaian qanun bendera harus melalui pendekatan hukum karena karena pendekatan politik yang dilakukan selama bertahun tahun tidak menghasilkan kesepakatan bersama antara pemerintahan Aceh dengan pemerintah pusat,” katanya.

Dr. Jafar menegaskan, keberhasilan Muzakir Manaf dan Fadhullah akan sangat ditentukan oleh kemampuan mereka menata tata kelola pemerintahan secara efektif dan membangun komunikasi harmoni dengan semua pihak terutama dengan pemerintah pusat dan Forbes Aceh. Karena tanpa dukungan mereka agenda kepentingan Aceh akan sulit diperjuangkan dan diwujudkan.

“Ini bukan sekadar janji politik, tetapi komitmen nyata untuk membawa Aceh ke arah yang lebih baik. Jika lima aspek utama ini dapat diatasi dengan baik, Aceh akan melangkah maju,” tutupnya. [ar]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI