Beranda / Berita / Aceh / Muslahuddin Daud: Jam Malam Dicabut Bukan Bermakna Wabah Sirna, Laksanakan Konsensus Dunia

Muslahuddin Daud: Jam Malam Dicabut Bukan Bermakna Wabah Sirna, Laksanakan Konsensus Dunia

Senin, 06 April 2020 17:24 WIB

Font: Ukuran: - +


Ketua DPD PDI Perjuangan Aceh, Muslahuddin Daud. [Foto: IST/Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Reaksi publik Aceh sangat variatif ketika Forkopimda Aceh mencabut status jam malam. Ada yang menganggap pencabutan jam malam adalah berhentinya penularan wabah Covid-19, di sisi lain keputusan ini akan berdampak kepada besarnya peluang terpaparnya virus mematikan ini.

"Terlepas dari berbagai kontraversi, kita sekarang sedang dihadapkan pada kenyataan bahwa hampir seluruh dunia menghadapi pandemi ini dengan berbagai strategi dan taktiknya," jelas Ketua DPD PDI Perjuangan Aceh, Muslahuddin Daud melalui siaran persnya yang diterima Dialeksis.com, Senin (6/4/2020).

"Namun faktanya, per 6 April pukul 16.30 WIB, jumlah kasus positif di seluruh dunia mencapai 1.204.246 dengan kematian 64.806, di mana Indonesia sendiri jumlah kasus positif mencapai 2.273 dengan kematian 198 orang," tambahnya.

Muslahuddin melanjutkan, pemberitaan tentang bagaimana negara-negara di dunia menangani wabah ini dengan mudah kita peroleh bahkan hampir tiap menit masuk dalam media sosial kita masing-masing.

"Bagi saya, dari cara-cara berbeda yang dilakukan di sana pasti ada konsensus yang berlaku secara generik di seluruh dunia," ungkapnya.

Pertama, dibutuhkan kesadaran kolektif oleh seluruh masyarakat bahwa virus dapat ditularkan dari orang ke orang. Maknanya, memutuskan mata rantai penyakit ini hanya dapat dilakukan apabila yang positif terjangkit tidak menyebarkan kepada yang lain.

Kedua, seluruh dunia sangat menyadari sosial distancing dan physical distancing adalah metode umum yang diterapkan. Di sinilah yang harus menjadi titik perhatian kita semua. Lakukanlah semua aktivitas kita seperti biasa, asal menjalankan prinsip di atas. Menerapkan kewaspadaan yang tinggi karena Indonesia tidak menerapkan lockdown.

Ketiga, virus corona telah memaksa masyarakat dunia untuk merubah pola hidup secara signifikan, mencuci tangan, memakai masker dan mengkonsumsi makanan yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Masyarakat dengan tingkat kesadaran tinggi dan disiplin menerapkan pola hidup seperti ini tentu akan mengurangi proses penyebaran secara signifikan.

Keempat, seluruh dunia kini menyadari bahwa sekarang bukan saatnya bepergian ke wilayah lain terutama wilayah wabah. Dan sebaliknya, mereka yang berada di wilayah wabah tidak bepergian ke wilayah lain.

"Inilah paling kurang empat konsesus dunia yang terjadi hari ini. Karena kita di Aceh bagian dari penduduk dunia, terapkanlah keempat prinsip tersebut agar kita menjadi bagian dari penduduk dunia yang ikut andil dalam mengurangi penyebaran virus ini," ungkap Muslahuddin.

"Pencabutan jam malam di Aceh, bukan berarti telah mengeliminir kesadaran kolektif dunia dalam menghadapi wabah corona. Kewaspadaan tinggi diperlukan dengan memperdalam pengetahuan tentang virus ini, agar kita tidak salah mengartikan makna sebuah kebijakan yang justeru membahayakan diri kita dan masyarakat dunia," pungkasnya. (sm)

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda